KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 25 Februari 2014

P A K O N Penyembuhan Penyakit dengan Iringan Musik



Telah diakui persoalan kesehatan pada masyarakat kita, mampu di jawab oleh produk ilmu dan teknologi modern kedokteran, masyarakat masih mencari tetap alternatif lain yang bersifat non medis melalui dukun atau jenis praktek lainnya.
            Praktek penyembuhan penyakit non medis (tradisional) ala Desa Lenek Lombok Timur, baru-baru ini, Selasa(1/8) di gelar di Museum Negeri NTB serangkaian kegiatan BAB NTB II’95 Pakon, demikian nama cara penyembuhannya, penuh dengan nilai magis.

Proses Upacara
            Kepulan asap kemenyan mengepul semerbak mewangi. Terasa sekali suasanan sakral meskipun digelar sore hari, dan roh mulai bangkit. Melalui suatu proses upacara, dilengkapi dengan sesajen berupa makanan/minuman. Sang dukun Amaq Nuhir yang oleh masyarakat setempat disebut Balian, melaui kosentrasi menatap penuh pasti sesajen yang ada dihadapannya. Amaq Nuhir, laki-laki setengah baya itu, mengenakan baju hitam dan ikat kepala, duduk bersila sembari mengucapkan mantra-mantra. Suasana membuat penonton pun sedikit tegang, dan mengarahkan pandangannya ke Balian.
            Proses upacaranya diawali dengan mendengarkan lagu/tembang telutur oleh tiupan suling sebagai  salam pembuka. Dilanjutkan dengan lawas/tembang oleh dukunpakon yang diiringi musik tradisional. Suara lawas/tembang merasuk sukma, terasa bulu roma sedikit merinding. Si sakit yang diperankan oleh orang sehat, Amaq Ayul, seorang bapak yang lebih tua dari Balian itu duduk disampingnya langsung tergeletak kaku. Saat itu pula irama musik gong suling berubah menjadi irama yang menggambarkan kedahsyatan. Kemudian si sakit sekujur tubuhnya ditutupi kain putih. Setelah beberapa saat bersamaan dengan perubahanya irama musik gong suling, si sakit bergerak dalam keadaan tidak sadar, duduk bersila, dan masih tertutup kain putih tadi. Lanjut, Balian memukul kedua kakinya dengan mayang (kembang pinang), kemudian si sakit berdiri dan langsung menari dan masioh dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan diikuti oleh dua penari wanita tua dari Amang (pembantu dukun). Sambil menari pula, si sakit menginjak-injak bara api yang telah disediakan. Pada saat kemudian si sakit menjadi lemas, dan langsung ditidurkan terlentang dengan iringan suling yang lembut. Akhirnya, dengan perlakuan doa/mantra sang Balian, dia kembali sadar sediakala. Panas bara apinya? Dengan enteng Amaq Ayul menjawab,”tidak merasa apa-apa biasa saja”.
            Kelengkapan upacara yang digunakan dalam pakon yaitu andang-andang, terdiri dari : beras, benang, sirih pinang, uang logam, empek-empek (beras ketan digoreng sangrai), kayu cendana, bunga, mayang (kembang pinang), rokok (bukan rokok pabrik), kemenyan, dan ceret air. Sesajen, berupa : nasi putih, telur ayam, garam, cabe, sayur bening daun kelor tanpa garam, kain putih, keris, dan arang kayu untuk bara api. Dilengkapi pula dengan tiga buah dulang berisi makanan  lengkap (nasi dan lauk-pauknya).

Satu Garis Keturunan
            Istilah pakon, menurut Med Moegni, Kasi Pemasaran/Penyuluhan Diparda Kab. Lombok Timur yang juga ketua rombongan, berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu pakon ning sukma, yang berarti pengganjal atau penatap sukma.
            Penyembuhan dengan cara pakon kata Med Moegni sampai sekarang, masih ada di beberapa tempat di Desa Lenek, tokohnya Mamiq Surya Teja dan Amaq Raya. Ditegaskan tidak semua jenis penyakit dapat diobati dengan cara pakon, terbatas hanya penyakit non medis.
            Mahyudin, salah seorang anggota sanggar kesenian Cupu Mas yang mengiringi proses upacara pakon saat dihubungi MUSEUM selesai pentas mengatakan, “ Pakon sudah ada sejak berabad-abad lalu, dan tidak diketahui sejak kapan mulainya, hanya pakon itu bisa diwariskan melalui satu garis keturunan. (I Komang Pasek Antara)
Feature ini pernah dimuat di Buletin ”Museum”, No.4 , Tahun 1995

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda