P A K O N Penyembuhan Penyakit dengan Iringan Musik
Telah diakui persoalan kesehatan pada masyarakat
kita, mampu di jawab oleh produk ilmu dan teknologi modern kedokteran,
masyarakat masih mencari tetap alternatif lain yang bersifat non medis melalui dukun
atau jenis praktek lainnya.
Praktek
penyembuhan penyakit non medis (tradisional) ala Desa Lenek Lombok Timur,
baru-baru ini, Selasa(1/8) di gelar di Museum Negeri NTB serangkaian kegiatan
BAB NTB II’95 Pakon, demikian nama cara penyembuhannya, penuh dengan nilai
magis.
Proses Upacara
Kepulan asap kemenyan mengepul
semerbak mewangi. Terasa sekali suasanan sakral meskipun digelar sore hari, dan
roh mulai bangkit. Melalui suatu proses upacara, dilengkapi dengan sesajen
berupa makanan/minuman. Sang dukun Amaq Nuhir yang oleh masyarakat setempat
disebut Balian, melaui kosentrasi menatap penuh pasti sesajen yang ada
dihadapannya. Amaq Nuhir, laki-laki setengah baya itu, mengenakan baju hitam
dan ikat kepala, duduk bersila sembari mengucapkan mantra-mantra. Suasana
membuat penonton pun sedikit tegang, dan mengarahkan pandangannya ke Balian.
Proses upacaranya diawali dengan
mendengarkan lagu/tembang telutur oleh tiupan suling sebagai salam pembuka. Dilanjutkan dengan
lawas/tembang oleh dukunpakon yang diiringi musik tradisional. Suara
lawas/tembang merasuk sukma, terasa bulu roma sedikit merinding. Si sakit yang
diperankan oleh orang sehat, Amaq Ayul, seorang bapak yang lebih tua dari
Balian itu duduk disampingnya langsung tergeletak kaku. Saat itu pula irama
musik gong suling berubah menjadi irama yang menggambarkan kedahsyatan.
Kemudian si sakit sekujur tubuhnya ditutupi kain putih. Setelah beberapa saat
bersamaan dengan perubahanya irama musik gong suling, si sakit bergerak dalam
keadaan tidak sadar, duduk bersila, dan masih tertutup kain putih tadi. Lanjut,
Balian memukul kedua kakinya dengan mayang (kembang pinang), kemudian si sakit
berdiri dan langsung menari dan masioh dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan
diikuti oleh dua penari wanita tua dari Amang (pembantu dukun). Sambil menari
pula, si sakit menginjak-injak bara api yang telah disediakan. Pada saat
kemudian si sakit menjadi lemas, dan langsung ditidurkan terlentang dengan
iringan suling yang lembut. Akhirnya, dengan perlakuan doa/mantra sang Balian,
dia kembali sadar sediakala. Panas bara apinya? Dengan enteng Amaq Ayul
menjawab,”tidak merasa apa-apa biasa saja”.
Kelengkapan upacara yang digunakan
dalam pakon yaitu andang-andang, terdiri dari : beras, benang, sirih pinang,
uang logam, empek-empek (beras ketan digoreng sangrai), kayu cendana, bunga,
mayang (kembang pinang), rokok (bukan rokok pabrik), kemenyan, dan ceret air.
Sesajen, berupa : nasi putih, telur ayam, garam, cabe, sayur bening daun kelor
tanpa garam, kain putih, keris, dan arang kayu untuk bara api. Dilengkapi pula
dengan tiga buah dulang berisi makanan
lengkap (nasi dan lauk-pauknya).
Satu Garis Keturunan
Istilah pakon, menurut Med Moegni,
Kasi Pemasaran/Penyuluhan Diparda Kab. Lombok Timur yang juga ketua rombongan,
berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu pakon ning sukma, yang berarti pengganjal
atau penatap sukma.
Penyembuhan dengan cara pakon kata
Med Moegni sampai sekarang, masih ada di beberapa tempat di Desa Lenek,
tokohnya Mamiq Surya Teja dan Amaq Raya. Ditegaskan tidak semua jenis penyakit
dapat diobati dengan cara pakon, terbatas hanya penyakit non medis.
Mahyudin, salah seorang anggota
sanggar kesenian Cupu Mas yang mengiringi proses upacara pakon saat dihubungi
MUSEUM selesai pentas mengatakan, “ Pakon sudah ada sejak berabad-abad lalu,
dan tidak diketahui sejak kapan mulainya, hanya pakon itu bisa diwariskan
melalui satu garis keturunan. (I Komang Pasek Antara)
Feature ini pernah dimuat di Buletin ”Museum”,
No.4 , Tahun 1995
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda