Kisah Pilu Warga Karang Sokong
~
Ratusan Warganya Meninggal Dihantam Lahar Gunung Agung
~
H. Djidji Saleh Lolos dari Petaka
Kisal pilu dari soerang Bapak H.
Djidji Saleh yang sudah berusia 3 tahun ketika bercerita tentang tragedi kalabu
39 tahun lalu, rumah beserta seluruh kanpung yang dia alami sekarang di Karang
Sokong dilanda amuk lahar letusan Gunung Agung tahun 1963. Ratusan
keluarga/kerabat dekatnya di Karang sokong meninggal diseret lahat panas.
Sementara H. Djidji beserta istri Hj. Maimunah dan anak-anaknya lolos dari
petaka maut itu. Mereka cepat mengambil tindakan mengungsi ke Lombok lima hari
sebelum Gunung Agung meledak.
Cerita duka dan menyayat kalbu
terhadap warga Muslim Karang Sokong, sekitar 145 orang kebanyakan anak-anak
mati terseret lahar. Kedatangannya di Masjid untuk berlindung dari gempuran
lahar. Ternyata Tuhan berkehendak lain. Menurut H. Djidji ayah dari delapan
putra itu, waktu itu karena ada seruan dari pemerintah bahwa masyarakat harus
menjauhi aliran sungai minimal 500 meter. Masjid Almikhlisin Karang Sokong yang
berada di tengah pemukiman menjadi saksi bisu kekerasan alam, kini sedang
diadakan perbaikan.
Rasa haru dan sedih menyelimuti H.
Djidji beserta warganya yang selamat dari badai ketika kembali dari pengungsian
menatap malapetaka itu. Canda ria kerabat dan keluarga waktu itu tak lagi
mereka rasakan “Tuhan telah memanggilnya”. Wilayah Karang Sokong dan sekitarnya
tertimbun lahar sekitar 4-5 meter.
H. Djidji dan kerabat/kluarga Karang
Sokong tak lama meratapi kesedihan itu dengan derai air mata, justru sebaliknya
dengan derai keringat membasahi badan bahu-membahu sokong-menyokong membangun
tempat tinggalnya kembali yang luluh lantah, batu besar berserakan dimana-mana.
Batas kepemilikan tanah warga pelan-pelan dapat di ingat kembali. Dan Karang
Sokong pun pelan-pelan hidup kembali seperti sekarang, siap bersaing dalam
percaturan ekonomi global, tentu berjuang di terminal baru.
Bapak H. Djidji Saleh mantan anggota
DPRD dua kali periode yang juga tokoh disegani oleh warganya, mengharapkan
kepada warganya untuk tidak menjual tanah meskipun harga tanah melambung karna
pengaruh terminal, bila tidak mampu memanfaatkan uang hasil penjualan akibatnya
fatal.
Feature ini pernah dimuat di
Tabloid ”Gapura”, Edisi XV Desember 2002
1 Komentar:
Terima kasih Bapak Antara untuk tulisan terkait almarhum org tua kami
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda