KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 25 Februari 2014

KARANG SOKONG PENYOKONG PAD Sejarah itu Berlanjut



Teka-teki dimana lokasi terminal baru dibangun di Karangasem terjawab sudah, Lingkungan Karang Sokong, Kelurahan Subagan sebagai alternativ terbaik dari berbagai aspek. Kilas balik rencana terminal itu bukan tidak menyisakan pernak-pernik sosial ekonomi pro-kontra dari masyarakat Karangasem. Beberapa lokasi lain sempat menjadi pilihan, seperti wilayah Jasri, tempat lokasi Pompa Bensin dan Perasi, sebelah Barat Puskesmas Perasi. Beberapa Alternatif pilihan sempat menjadikan para calo tanah gentayangan mencari mangsa dengan berbagai iming-iming. Dan sang pemenang tender, pengusaha besar I Gusti Made Tusan, sempat diragukan oleh berbagai pihak terhadap kualitas hasil bangunannya, karena penawaran terlalu murah dibawah standar yang ditetapkan pemerintah. Tapia pa boleh dikata, semuanya sudah berakhir dan bangunan terminal yang cukup megah itu telah selesai dibangun dan siap dioperasikan.
            Nama Karang Sokon jarang mesyarakat Karangasem mendengar, orang lebih banyak tahu wilayah tersebut adalah Desa Subagan. Kini, nama Karang Sokong telah berkibar dan lebih banyak orang mengenalnya.
Pengelingsir Karang Sokong dari Lombok
Bagaimana Karang Sokon dulu, kini dan mendatang. Ternyata menarik untuk dirunut kisahnya. Diawali dari tabir sejarah dalam catatan sebuah kaleidoskop, saudara-saudara kita pengelingsir warga Karang Sokong adalah umat Muslim asal tanah Desa Sekarbela dan Pemenang Lombok Barat. Tanah awal yang mereka tempati di Karang Sokong adalah pemberian Raja Karangasem. Waktu itu kedatangannya bersamaan dengan Raja Karangasem pulang dari Lombok ke Karangasem sekitar abad ke-17. Dari perjalanan suka dan duka waktu beberapa abad, kini warga Karang Sokong telah tumbuh padat menjadi sekitar 300 KK, dan mampu hidup mengais rejeki di sektor-sektor ekonomi non formal untuk menghadapi tantangan global.
            Mengkorek lebih jauh tentang Karang Sokong, bukan hanya sebuah nama. Menurut penuturan Bapak H. Djidji Saleh, kelahiran asli Karang Sokong 73 tahun lalu, pensiunan Kandep Agama Kab. Karangasem dan mantan anggota DPRD Kab. Karangasem dua kali periode dari fraksi Golkar, dulu warganya sangat kompak loyal kepada masalah sisial ekonomi, pendidikan, sering menjadi penyokong/pendorong terhadap warganya dalam bentuk materi maupun pemikiran. “Maaf, saya bukan menyombongkan diri, banyak warga Karang Sokong yang berhasil hidup diperantauan masih memiliki sifat-sifat penyokong untuk pembangunan daerah setempat,” katanya Bapak H. Djidji Saleh yang ditemui Gapura di rumahnya tepat bersebelahan sebelah selatan rencana Pasar di Karang Sokong.
            Boleh jadi bila bertitik tolak dari sejarah, wilayah sekitar itu dulunya orang-orang mampu dari aspek ekonomi, selain ada Karang Sokong, di sebelah selatannya, tepatnya di wilayah perempatan jalan, wilayah tersebut bernama Bale Dana (tempat Raja Karangasem memberikan bantuan kepada masyarakat), Subagan yang penghuninya umat Hindu. Warga Karang Sokonglah sejak dulu sampai kini masih menjadi pusat perdagangan emas di Karangasem. Terbukti di Pasar Amlapura pedagang emas masih didominasi oleh warga Karang Sokong.

Pemberian Raja Karangasem
            Tanah wilayah Karang Sokon dulunya adalah pemberian Raja Karangasem, semuanya berbentuk pertanian tegalan mayoritas tanaman kelapa membentang dari selatan sampai ke utara lokasi terminal, sedangkan penduduknya ada sebagian ngomplek di bagian selatan. Proses perjalanan panjang meniti kesuksesan hidup warga Karang Sokong berakhir dengan terpaan badai alam letusan Gunung Agung 1963, 39 tahun lalu. Puluhan ribu jiwa nyawa manusia yang luluh lantah melayang bukan saja bagi Karang Sokong, hampir sebagian wilayah Kabupaten Karangasem. Menurut Bapak Djidji warga Karang Sokon yang meninggal diterjang lahar panas sekitar 143 orang sisanya dapat hidup karena cepat mengungsi ke luar.
            Pascabadai itu, warga dapat sebagian meniti kembali harapan-harapan yang tertelan alam, dan sebagian lagi tanah tumpuan hidup harus dijual untuk merajut kehidupan social-ekonominya yang terputus. Lokasi terminal itulah bekas ladang mereka. 
            Kini, wilayah mereka menjadi tambang aktifitas pembangunan ekonomi masa depan Karangasem yang strategis. Disamping terminal, juga investor telah membangun puluhan ruko dan rencana pasar. Kios-kios kecil dan rumah penduduk baru sudah mulai tumbuh mencari krebesan ngalih akilone. Imbasan warga lokal setempat tentu mendapat tambahan kecipratan rejeki dari pergolakan ekonomi terminal. Dan harga tanah pun mencuat. Hasil pantauan Gapura harga tanah perare sekitar 30 puluh juta rupiah.

Sejarah itu Berlanjut 
            Berarti sejara itu berlanjut, dulu warga Karang Sokong, memiliki kekhasan sebagai penyokong pembangunan social dan ekonomi warganya baik material maupun non material, kini menjadi tambang baru penyokong pendapatan Asli Daerah (PAD) Karangasem dari hasil terminal yang baru.
            Keberadaan wilayah Karang Sokong dan sekitarnya mendatang harus menjadi perhatian serius dari semua pihak, terutama unsur Pemkab Karangasem. Penataan bangunan penduduk, dan perencanaan ekonomi proritas utama yang mendesak dalam pembangunan Karang Sokong yang “BERSEHATI”. Sekitar wilayah tersebut ibarat gula akan terserbu semut. Disamping masyarakat Karangasem, saudara-saudara kita dari Dauh Tukad juga ikut mengadu nasib. Tentu kita tidak mau kecolongan lagi seperti pemukiman sebelah timur-barat Jalan Untung Surapati (kompleks Paya). Pemukiman itu terlanjur semeraut untuk sebuah pemukiman kota. Bangunan rumah kurang tertata serta gang-gang terlalu sempit seperti perkampungan desa yang ada di kota.
            Yang tak kalah pentingnya soal nama terminal yang baru. Meskipun Pebkab Karangasem belum menentukan nama terminal, tetapi masyarakat banyakl sudah mengusulkan agar diberi nama Terminal Subagan. Mengingat hampir  dimana-mana terminal kendaraan darat kabupaten mengambil nama desa/kelurahan dimana terminal itu berada. Tidak seperti nama Bandar udara yang memiliki kelas istimewa mengambil nama pahlawan daerah setempat. (Komang Pasek Antara)
Feature ini pernah dimuat di Tabloid ”Gapura”, Edisi XV Desember 2002

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda