KOMANG PASEK ANTARA

Senin, 17 Agustus 2020

 

 “BLAYAG MEK SAMBRU”, LEGENDARIS KULINER KARANGASEM  DIUSULKAN                     MENJADI WARISAN BUDAYA TAK BENDA INDONESIA

 

Konsistennya sosok perempuan Mek Sambru selama setengah abad lebih tepatnya 55  tahun melestarikan kuliner blayag Bali khas Karangasem, membawa dirinya menuai apresiasi akan diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Kebudayaan (Disbud) Karangasem menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI) tahun 2021 mendatang. Tradisi kuliner blyag ala Mek Sambru telah dilakoni melalui jualannya mulai puluhan tahun lalu, pasca Gunung Agung meletus tahun 1963 lalu.

Pengambilan gambar untuk WBTB meliputi aktivitas keseharian Mek Sambru jualan blayag dan proses pembuatan blayag melalui shooting video telah dilakukan sejak seminggu terakhir ini oleh tim dokumentasi Disbud Karangasem sebagai persyaratan pendafatarn WBTBI ditempat tinggal rumahnya Mek Sambru di Pondokan, Jalan Lettu Alit Amlapura, Lingkungan Batanha I, Kelurahan Karangasem.

Bagi warga Karangasem, nama Mek Sambru dengan jualan blayag khas Karangasem  sangat legendaris. Namanya melekat dihati publik pencinta kuliner khas Karangasem, bahkan sampai diluar Karangasem. Kerap mendapat orderan ke luar Karangasem, yakni Denpasar, Kuta, Nusa Dua dan tempat lainnya di Bali saat acara pesta perkawinan dan kegiatan lainnya.

Mek Sambru yang memiliki nama asli Ni Made Resti, kini usianya telah menapak mulai senja 78 tahun, namun  tak pernah surut untuk tetap beraktivitas melakoni ekonomi ngais rejeki kendatipun pandemi Covid-19 masih melandanya.

Kekhasan Blayag Mek Sambru tiada duanya, terbuat dari helain janur diisi beras lanjut melalui proses perebusan hingga matang. Kemasan dari bahan busung (janur) itu menjadikan aroma blayag menjadi terasa nyangluh dan enak.

Keunggulan yang menjadi kekhasan jualan Blayag Mek Sambru dikombinasikan dengan berbagai jenis menu, yakni nasi dimasak menggunakan sarana tradisional kuskusan (ulatan bambu) sehingga menambah rasa kulen nasinya. Juga  tambahan menu lauk dan sayur racikan bumbu Bali khas daerah  Karangasem Bali, yakni pemelicingan, plalah, base gede, rajang diantaranya ada be siap (daging ayam) toktok, sate ayam serapah mesanten kentel, tempe lalah (pedes)-manis, tempe mesanten, aneka sayur urab/olah dipadu dengan kacang-saur dan sambel pemelicingan dll. Ragam jenis makan Bali itu menjadikan kuliner Mek Sambru terkenal memiliki ciri khas tersendiri pas di lidah masyarakat Bali. 

Salahsatu pegiat media sosial di Bali, “Bale Bengong” pimpinan Luh De Suriyani, tahun 2019 lalu dalam unggahannya di media sosial menobatkan blayag Mek Sambru masuk sepuluh besar perempuan legenda kuliner Bali. Sembilan perempuan legenda kuliner Bali lainnya, yakni “Tahu Dadong Songkeng” di Pejeng, Gianyar, “Ayam Betutu Men Tempeh” di Gilimanuk, “Tahu Odah Sarti” di Sukawati, Gianyar, “Catering Nyonya Warti” di Bueleng, “Bu Mangku Nasi Kedewatan”, Gianyar, “Sate Mandira Dadong Rengkeng” di Desa Sengkidu, Karangasem, “Sup Ikan Goreng Mek Beng” di Sanur, “Made’s Warung” di di Kuta, Badung dan “Babi Guling Bu Oka” di Ubud, Gianyar.

Bincang-bincang dengan penulis, memek yang nama kerap disapa  Mek Adek itu, sejak awal berjualan blayag lokasinya di Jalan Gajahmada Amlapura hingga sekarang.

 Awalnya semasih tenaganya kuat kerja, dia jualan pagi sampai malam hari di lokasi tempat yang berbeda tetapi masih di Jalan Gajahmada Amlapura. Pagi hari sampai siang lokasi jualannya di sebelah timur di rumah Kumpulan kompleks tempat rumah tinggal warga Tionghoa, sedangkan sorenya sampai malam berjualan di tempatnya sekarang ini di sebelah barat jalan, di depan Pura Puseh Desa Adat Karangasem.

Selain makanannya yang lezat dan tempat jualannya yang strategis di pusat kota memanfaatkan emperan toko, memberi kesan makanannya sangat merakyat terjangkau para pelanggannya dari semua kalangan sehingga jualan Mek Sambru sangat laris manis, namun tetap hegienis dengan protokol kesehatan Covid-19, jaga jarak menggunakan masker dan cuci tangan,

Legenda blayag Mek Sambru, adalah generasi kedua yang diwariskan alamarhum orang tuanya, ibunya, Ni Nyoman Sangri. Generasi pewaris selanjutnya masih menjadi tanda tanya, siapa gerangan akan melanjutkan, karena Mek Sambru perkawinan dengan suaminya I Nyoman Gunung tidak memiliki keturunan. Tapi katanyaMek Sambru banyak keluarganya yang dapat melanjutkan jualannya. Keseharian persiapan jualannya dibantu oleh sang suami, I Nyoman Gunung, iparnya, Ni Nyoman Sukri dan ponakannya, Ni Wayan Tapti. “Dumugi tyang panjang umur kantun kuat mersidayang meadolan (semoga saya umur panjang masih kuat juaan” katanya Mek Sambru di tempat jualannya.

 Saat Mek Sambru selama tiga bulan tidak berjualan karena suasana pandemi Covid-19 banyak konsumen pelanggannya rindu menanti jualan blayagnya, hingga menanyakan ke rumah, “bin pidan medagang Mek (kapan jualan Mek),” katanya Mek Sambru menirukan pelanggannya. Setelah suasana kenormalan baru, Jumat, 19 Juni 2020 Mek Sambru kembali jualan, pelanggananya pun mulai ramai datang menikmati blayag racikan Mek Sambru.

Sejak pandemi Covid-19 Mek Sambru sudah  mulai buka jualan lebih awal dari biasanya pukul 12.00 Wita sampai pukul 20.00 malam. Sehari jualan Mek Sambru bisa mengabiskan 150-200 buah blayag, 5 kg. nasi dan 5 ekor potong ayam.

Pelanggan setia blayag Mek Sambru, Drs. I Gde Nala Antara, M.Hum, Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Unud, Bali, dihubungi melalui whatsapp menuturkan, setiap pulang kampung ke Desa Seraya, Karangasem, tidak pernah melewatkan, selalu mampir menikmati kuliner blayag Mek  Sambru. “Kuliner Mek Sambru memang legenda rasa, rasa khas blayag dengan paduan ayam toktok pemelicengin mesantan bumbu Bali has Karangasem. Silahkan yang belum pernah menikmati balayag Mek Sambru, dijamin ketagihan,” katanya Gde Nala.

Pelanggan setia lainnya Mek Sambru, Ni Nyoman Manik dan I Wayan Witarsa, warga Karangasem yang tinggal di Jalan Bhayangkara, Amlapura, Kelurahan Karangasem, ditemui belum lama ini saat belanja di Mek Sambru, menuturkan kepada penulis, dirinya merasa senang "Mek Sambru" jualan kembali setelah tiga bulan tutup akibat pandemi Covid-19. “Rindu makanan legendaris blayag khas Mek Sambru,” katanya Witarsa.

Bendesa Desa Adat Karangasem, Kelurahan Karangasem, Kecamatan Karangasem, I Wayan Bagiarta, pelanggan setia Blayag Mek Sambru, melalui whatsapp menyampaikan, mengapresiasi Pemkab Karangasem mengusulkan Blayag Mek Sambru menjadikan WBTBI tahun 2020. Blayag Mek Sambru, tulis Bagiarta, sudah puluhan tahun tetap mempertahankan sebagai pelestari citarasa ketradisionalan bumbu Balinya khas Karangasem yang tidak ada duanya.

Diusulkannya Blayag Mek Sambru menjadi WBTBI, menurut Kepala Seksi Pelestarian Tradisi dan Pengelolaan Potensi Budaya Disbud Karangasem, Ni Made Suastini, Blayag Mek Sambru, telah melegenda dikenal publik, puluhan tahun secara turun temurun menekuni melestarikan tradisi kuliner Bali khas Karangasem. “Citarasa racikan bumbu Blayag Mek Sambru memang enak, juga pelanggannya sangat banyak,” katanya Suastini.

Suastini mengatakan, 13 budaya Karangasem yang telah lolos WBTBI yakni,  Geringsing Tenganan, Terteran Jasri, Gebug Ende Seraya,  Gamelan Selonding, Kare-kare Tenganan, Usaba Sumbu Timbrah, Usaba Dangsil Bungaya, Megibung, Terompong Beruk, Mesabat-sabatan Biu, Cakepung, Penting dan Usaba di Mel Selat. Sedangkan tahun 2020 ini Pemkab Karangasem sedang tahap verivikasi mengusulkan lima jenis karya budaya menjadi WBTBI, yakni Genjek, Seraman, Abuang Luh-Muani, Prasi dan Pemijilan Ida Bhatara Sakti Ngertha Gumi.

Penulis, I Komang Pasek Antara

Kamis, 09 Juli 2020

Perpustakaan sebagai Pusat Budaya Bagsa Mewujudkan “SDM Unggul, Indonesia Maju” Penulis, I Komang Pasek Antara


 
Tanggal 17 Mei 2020 belum lama ini, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta genap berusia 40 tahun atau 5 windu. Ada sisi menarik perlu dicernati dari tema hari ulang tahun Perpusnas tahun ini, “Perpustakaan sebagai Pusat Budaya Bangsa”. Melihat realitas perkembangan bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, tema ini cukup relevan.
 Tampaknya, ada empat unsur yang menjadi fokus landasan menghilhami makna tema yang baru muncul tahun itu, yakni kondisi sosial badai Covid-19 yang melanda dunia, dan dua produk hukum meliputi Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan produk hukum masih anyar, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Mengapa tema ini baru muncul?
 Kesatu, nuansa tema tersebut, pemerintah dalam hal ini Perpusnas, mengajak semua masyarakat ditengah badai sosial tidak menyenagkan karena badai Covid-19, masyarakat tetap dapat beraktivitas, salah satunya belajar di rumah. Masyarakat diimbau tidak boleh keluar rumah jika tidak terlalu urgen sekali. Jika masyarakat membutuhkan media informasi melalui cetakan buku, tidak perlu harus ke luar rumah menuju toko buku. Kini, telah benyak perpusatakaan pemerintah/swasta menyediakan perpustakaan digital, layanan baca buku melalui daring/online, misal iPusnas milik Perpusnas.
Berbagai jenis/klasifikasi koleksi buku hasil produk budaya bangsa ada di perpustakaan, diantarnya filsafat/psikologi, agama, ilmu soial, bahasa, pengetahuan sains, teknologi, kesenian/rekreasi, sastra, dan sejarah/geografi. Artinya, tepat perpustakaan sebagai pusat budaya bangsa. Hal itu diperkuat lagi sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018, tentang Serah Simpan karya Cetak dan Karya Rekam, yaitu, perpustakaan memiliki tugas dan fungsi untuk menghimpun dan melestarikan khazanah intelektual bangsa, berupa berbagai karya cetak dan karya rekam.
Kedua. Nuansa tema tersebut mengingatkan kepada masyarakat Indonesia, jujur, bahwa, selama ini sebagain besar masyarakat kita di Indonesia lebih banyak mengenal perpustakaan lembaga tempat layanan baca dan pinjam koleksi karya cetak berupa buku saja, padahal bukan jenis itu saja yang dilayankan, masih ada produk layanan lainnya, yakni karya rekam, sarana teknologi informasi dan layanan edukasi non formal lainnya.
Jenis koleksi lainnya yang dimaksud belum banyak publik tahu, salahsatunya karya rekam, seperti tersebut di atas. Mengacu Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, Pasal 1, menyatakan, perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Sedangkan, koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan yang dihimpun, diolah dan dilayankan.
Hampir semua jenis perpustakaan di Indonesia memiliki selain koleksi karya cetak, juga  koleksi karya rekam dari berbagai jenis bidang tertentu, diantaranya seni sastra dan budaya daerah setempat, tekonologi, pendidikan dan dispilin ilmu ainnya. Hal tersebut mengacu Keputusan Kepala Perpustakaan RI tentang Standar Perpustakaan sesuai jenisnya. Namun, lagi sekali, masyarakat belum banyak tahu perpustakaan menyediakan layanan koleksi  karya rekam.
Juga, diperjelas lagi, “Perpustakaan sebagai Budaya Bangsa” mengacu undang-undang yang baru lahir, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, bahwa, karya cetak dan karya rekam yang merupakan hasil produk budaya bangsa, memiliki peran penting sebagai salah satu tolok ukur kemajuan intelektual bangsa, referensi dalam bidang pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan penyebaran informasi, dan pelestarian kebudayaan nasional, serta merupakan alat telusur terhadap catatan sejarah, jejak perubahan, dan perkembangan bangsa untuk pembangunan dan kepentingan nasional. Dengan tema ini, mengingatkan kembali masyarakat, bahwa, perpustakaan sebagi pusat budaya bangsa.
Uraian di atas memberikan gambaran, bahwa tema 40 tahun Perpusnas RI ‘Perpustakaan sebagai Pusat Budaya” telah memiliki landasan hukum formal mendasar dan kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.  Hal tersebut, lebih mudah mewjudkan harapan Pemerintah Republik Indonesia “SDM Unggul, Indonesia Maju”. Kini dan kedepan perpustakaan menjadi instrumen suatu negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsanya.
Permasalahan di lapangan, masih banyak masyarakat kita belum mengetahui undang-undang anyar teresebut. Juga, masyarakat masih banyak belum mengetahui, bahwa perpustakaan memiliki koleksi karya rekam. Karena itu, “pekerjaan rumah” bagi pemerintah utamanya dan dibantu steakholder dan masyarakat, turutserta mensosialisasikan undang-undang tersebut kepada seluruh lapisan masyarakat. Melalui momentum 40 tahun Perpusnas, sekaligus mensosialisasikan menjadikan masyarakat memahami kembali perpustakaan sebagai pusat budaya bangsa.
Ketiga. Ada persoalan menarik mencermati Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Menariknya, dalam pasal 4 dan 5 undang-undang tersebut menyatakan, bahwa setiap penerbit dan produsen, wajib menyerahkan 1-2 hasil  karya cetak dan rekam kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi setempat disimpan sebagai koleksi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam tersebut, belum melibatkan peranserta Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota milik pemerintah daerah setempat sebagai tempat menyimpan karya rekam produk budaya bangsa.
Argumentasinya, mungkin Perpusnas berfungsi diantaranya sebagai perpustakaan deposit, sedangkan, Perpustakaan Provinsi mengacu struktur pemerintahan, pemerintah provinsi adalah perwakilan pemerintah pusat.
Sebuah renungan bersama!. Hendakmya, Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota yang ada di wilayah tempat karya cetak/rekam itu diproduksi juga dilibatkan dalam kewajiban serah terima karya cetak/rekam dari penerbit/produsen ke Perpustakaan Kabupaten/Kota setempat, sehingga eksistensi Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota akan lebih eksis dikenal oleh masyarakat. Masyarakat/pemustaka di daerah tidak lagi jauh-jauh mendatangi Perpustakaan Provinsi melihat/mendengar karya cetak/rekam dimaksud. Ironi, bukan tidak mungkin, bahwa ada anggapan masyarakat, produk cetak/rekam seni budaya daerahnya sendiri (local genius) yang diproduksi di wilayah kabupaten/kotanya, tidak disimpan di Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, justru ada di Perpustakaan Nasional/Provinsi saja.
Belum diakomodirnya Perpustakaan Kabupaten/Kota dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Solusinya, kebijakan pimpinan daerah kabupaten/kota, mengimbau melalui tertulis, agar penerbit/produser atau perseorangan yang ada di wilayahnya, agar meyerahkan 1-2 hasil karya cetak/rekamnya di Perpustakaan Kabupaten/Kota di wilayahnya.
Harapan, Perpustakaan Kabupaten/Kota termasuk didalamnya ikut sebagai pusat budaya bangsa sesuai tema 40 tahun Perpusnas, sejalan dengan dan sambutan Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando dalam agenda 40 tahun Perpustakaan Nasional RI: “Peran Perpustakaan Sebagai Pusat Budaya Bangsa, berdiri di atas dua pijakan kokoh. Pijakan pertama, perpustakaan memiliki tugas dan fungsi untuk menghimpun dan melestarikan khazanah intelektual bangsa, berupa berbagai karya cetak dan karya rekam, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018, tentang Serah Simpan karya Cetak dan Karya Rekam. Pijakan kedua, perpustakaan memliki tugas dan fungsi dalam rangka pemanfaatan berbagai karya cetak dan karya rekam sebagai khazanah intelektual bangsa, melalui diseminasi, transformasi, layanan baca, pengkajian, pengemasan informasi dan penyediaan akses secara luas bagi masyarakat, sesuai amanat Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.”
Keempat. Terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan ditetapkannya tema “Perpustakaan sebagai Pusat Budaya Bangsa”, akan memperoleh vibrasi positif terhadap khususnya lembaga perpustakaan Indonesia dimasa depan, dan bangsa Indonesia pada umumnya. Artinya, perpustakaan menjadi idola, refrensi bagi masyarakat/pemustaka ketika mereka membutuhkan dalam mengisi proses kehidupan jasmani dan rohaninya. Di perpustakaan menjadi sentra media penyimpan, informasi, pelestari, penelitian, pengkajian budaya bangsa.
Juga, regulasi karya serah terima karya cetak/rekam memberikan motivasi bagi penggiat literasi budaya perseorangan mapun organisasi menyerahkan sebagain salinan hasil karyanya di perpustakaan. Bagi mereka,  menyerahkan salinan karya/produknya ke perpustakaan, menjamin karyanya tersimpan dan dilestarikan dengan baikdan daapat diakses oleh masyarakat.
Kini, mejandi perhatian semua pemangku kepentingan, adanya politik anggaran dari pimpinan pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengiplementasikan kedua  undang-undang teresebut di atas, Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Perpustakaan di kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan sekolah, masih butuh perjuangan agar memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Kepususan Kepala Perepustakaan Nasional RI. Dengan demikian, “SDM Unggul, Indonesia Maju” yang menjadi harapan Pemerintah Indonesia, semoga cepat terwujud. Dirgahayu Perpusnas RI!
Penulis, Pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Karangasem

Selasa, 09 Juni 2020

BERLITERASI UNTUK MENINGKAT IMAJINASI Catatan dari Kegiatan Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca


                                                                                                   Oleh I Komang Pasek Antara
      
       Bulan September setiap tahun di tanah air Indonesia menjadi bulan aktivitas bernuansa literasi, mengapa?, karena pada bulan tersebut pemerintah Indonesia  sejak bulan September 1995 lalu menetapkan sebagai Bulan Gemar Membaca (BGM), dan khusus setiap tanggal 14 September ditetapka menjadi Hari Kunjung Perpustakaan (HKP).
Jika dibandingkan dengan Bulan Bahasa (BB) yang setiap bulan Oktober dirayakan meriah dan marak oleh hampir semua instansi pendidikan terutama lembaga sekolah disemua tingakatan di tanah air, tapi BGM dan HKP masih belum marak seperti halnya BB. Karena itu, HKP dan BGM masih perlu dikampayekan lagi ke semua lapisan masyarakat termasuk di lembaga pendidikan khususnya sekolah.
            Adalah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispustaka) Kabupaten Karangasem pada bulan September 2019 lalu menggelar BGM dan HKP melalui kegiatan literasi yang dikemas kedalam tujuh jenis gelaran lomba dan kegiatan literasi selama lima hari, tanggal 17-20 September 2019. Konten kegiatan dan lomba memprovokasi mengedukasi masyarakat mau mengunjungi perpustakaan dan pembudayaan gemar membaca. Lomba tersebut meliputi,  mewarnai anak TK/Paud, menggambar di atas kertas siswa SD, menulis puisi siswa SMP/MT langsung di tempat, membuat poster di atas kertas gambar siswa SMA/SMK/MA, pameran buku, game literasi siswa SMA/SMK, dialog publik interaktif radio dan Rembug Literasi Karangasem (RLK).

            Meriah dan Terbentuk Komunitas Literasi karangasem
            Ada hal yang menarik dari kegiatan tersebut, Dispustaka Karangasem baru kali pertama menggelar HKP dan BGM yang  meriah sebanyak tujuh jenis kegiatan dengan melibatkan ratusan peserta siswa, serta digelar setiap hari berturut-turut. Artinya, ada semangat lebih dari insan-insan warga besar Dispustaka untuk menggelorakan mengajak para pelajar sekolah dan masyarakat lebih sering mengunjungi perpustakaan dan membudayakan gemar membaca, mengingat tingkat minat baca masyarakat Indonesia masih berada diposisi papan bawah di Asia maupun dunia.
            Khusus ada yang menarik lagi dari kegiatan tersebut, juga baru kali pertama digagas oleh sang leader Kepala Dinas (Kadis) Dispustaka Karangasem, Drs. I Wayan Astika, mantan Kadis Pariwisata Kabupaten Karangasem, membentuk Komunitas Literasi Karangasem (KLK). Proses pembentukan KLK melalui pertemuan yang dikemas dalam sebuah pertemuan/rembug yang diberikan nama Rembug Literasi Karangasem (RLK), tempat di Dispustaka setempat.
RLK menghadirkan puluhan orang dari berbagai profesi literasi asal kelahiran Karangasem diantaranya, penulis, sastrawan, jurnalis dan penekun literasi lainnya. Hasil rembug peserta mempercayakan menjadi Ketua KLK, Dr. I Made Regeg, S.Pd, M.Pd, seorang penulis buku dan tokoh pendidikan, kelahiran Desa Munti Gunung, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Yang hadir dalam rembug, tokoh literasi Karangasem yang telah dikenal publik dan sering menghiasi media massa, diantaranya, I Nyoman Tusthi Eddy, BA (pendidik/sastrawan/penulis buku/esei), Drs. I Gede Aryasa, MPd. (pendidik/penulis buku/esei), I Gede Aries Pirdawan, S.Pd, (pendidik/sastrawan/dramawan) I Komang Warsa, S.Pd. M.Si. MPd (pendidik/penulis buku), Drs. I Wayan Kerti, MPd (pendidik/sastrawan/penulis bukuesei., Ida Bagus Made Japa, S.Pd, M.Si, M.Pd. (pendidik/penulis buku).
            Terbentuknya komunitas literasi ini, seperti yang dikatakan sastrawan I Nyoman Tusthi, memberi manfaat baik bagi perkembangan literasi di Karangasem, para penekun literasi bangkit dalam satu wadah sehingga memudahkan sharing berbagi pengalaman. Juga, kata Tusti Eddy, wadah komunitas ini sekaligus dapat mengetahui potensi literasi di Karangasem.

            Dialog Radio Interaktif Topik Naskah Kuno
            Dialog publik radio interaktif digelar paling perdana dalam kegiatan HKP dan BGM disiarkan langung dari studio Radio Suara Widya Besakih FM Amlapura, menampilkan dua narasumber Kepala Dispustaka Karangasem, I Wayan Astika dan Pustakawan, I Komang Pasek Antara. Selain melalui radio menginformasikan kegiatan HKP dan BGM, juga bahas tema dialog “Peran Perpustakaan dalam Pengembangan Literasi dan Pelestarian Budaya”. Konten dialog menitik beratkan tentang pernaskahan kuno.
Dalam dialog, Kepala Dispustaka Karangasem, I Wayan Astika, menjelaskan, perpustakaan tidak saja hanya urus koleksi buku saja seperti yang dikenal oleh masyarakat selama ini, tetapi juga naskah kuno lontar. Hal itu ditegaskan Astika, pemerintah dalam hal ini lembaga perpustakaan mengacu Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 10 berwenang mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan. “Pendaftaran naskah kuno dilakukan dalam rangka inventarisasi untuk kepentingan penyimpanan, perawatan, pelestarian, dan pemanfaatan”’ jelas Astika. Dialog mendapat banyak respon dari pemirsa radio, pertanyaannya seputar keberadaan perpustakaan umum Karangasem milik Pemkab Karangasem.

Pameran Buku dan Game Literasi
Pameran buku, menampilkan koleksi khusus yang tidak ada dalam koleksi yang dilayankan sehari-hari di Dispustaka Karangasem. Pameran buku ini, menyuguhkan ratusan koleksi buku agama Hindu kerja sama dengan Sekolah Tinggi Agama Hindu Amlapura dan buku koleksi ilmu kedokteran sumbangan dari I Komang Sardika, warga Jalan Gajahmada Amlapura.
Lomba Game Literasi (GL) sangat menarik saat tampil dalam HKP dan BGM, karena dilakoni dengan pola permainan yang aktif, kreatif dan menyenangkan bagi peserta lomba.  Banyak mendapat perhatian dari pegawai Dispustaka dan peserta yang telah usai menyelesaikan lomba lainnya. Pesertanya 40 orang siswa yang tergabung dalam komunitas GM pada teater SMA/SMK di seputar Kota Amlapura.
Dibawah pengendali permainan, GM, I Gede Aries Pirdawan, permainan literasi diawali dengan peserta membaca berita di ruang layanan Dispustaka, kemudian dilanjutkan dengan setiap siswa menulis kata-kata menarik yang ditemukan dalam berita tersebut. Permaian kedua, bertempat di halaman kantor membaca puisi tanpa judul kemudian mentransfer puisi tersebut dengan berbisisk secara berantai kepada teman lainnya. Dijelaskan I Gede Aries Pirdawan, ini pola literasi inovasi baru, siswa menjadi termotivasi ingin tahu isi puisi yang dibacanya dan wajib menebak judul puisinya.

Anak Berliterasi dapat Meningkatkan Imajinasi
I Nyoman Tusthi Eddy sastrawan senior, mengatakan, kepada penulis belum lama ini di Dispustaka Karangasem, lomba-lomba literasi yang diselenggarakan oleh Dispustaka Karangasem sangat baik sejak dini melatih meningkatkan imajinasi si anak yang mengikuti lomba. “Anak akan berusaha memahami melalui olah pikirannya serta melakukan apa yang mereka akan lakukan sesuai persyaratan lomba”, kata I Nyoman Tusthi Eddy.
Menarik, lomba melukis tingkat SD juara I-III diborong oleh satu sekolah, SDN 5 Karangasem, juaranya I-III: I Gusti Ayu Maitri Sangaindrani I Wayan Kaba Partamadan  I Ketut Erdina Pradipta. Peserta juara lomba memperoleh hadiah, sertifikat dan piala.
Berikut peringkat juara cabang lomba literasi lainnya. Juara I-III lomba mewarnai gambar TK/Paud: I Gusti Ayu Rannia Mandaceta (TK Bintang Kejora Amlapura), I Putu Juna Pandu TK Bina Purwaka, Jasri dan I Gede Panji Dharma Yuktha (TK Ganeswaraa, Jasri). Pemenang lomba menulis puisi SMP/MTs, juara I-III disabet siswa Ni Wayan Seriasih (SMPN 1 Amlapura), I Gusti Ayu Putu Laksmi Nitya Nanda (SMPN 2 Amlapura) dan I Putu Jaeni Rania Maharani (SMPN 2 Amlapura). Membuat poster SMA/SMK digondol, juara I-III: Ni Nengah Amritha (SMAN 2 Amlapura), I Wayan Sudarmayasa (SMAN 3 Amlapura) dan I Wayan Eka Wahyu Pranayana Putra (SMAN 3 Amlapura). Sedangkan, lomba game literasi, dimenangkan jura I-III: Kelompok I, II dan III.
Penulis, Pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Karangasem