Ni Ketut Ayu Mertha Sari, Berprestasi Bidang Sastra Dikira Orang Gila
Bagi Ni Ketut
Ayu Mertha Sari, kelahiran Desa Jasri, Kecamatan Karangasem, 12 Agustus 1991 mengegeluti
seni sastra dan bahasa Bali adalah kegemarannya sejak masih kanak-kanak umur sembilan
tahun. Dari hobinya dan kepiawainnya itu, akhirnya mendulang beberapa predikat juara
dari lomba yang diikuti baik di tingkat lokal regional maupun nasional. Prestasi
yang telah digondolnya itu sampai memasuki usia dewasa seperti sekarang ini.
Maklum kepiawainnya bidang sastra Bali, Tut Ayu, demikian sapaan akrabnya, anak
keempat dari lima bersaudara, mengalir dari
kedua orang taunya. Ayahnya I
Ketut Labek (alm), dulu adalah guru bahasa Bali dan Kepala sekolah SMPN 1
Amlapura, sedangkan ibunya Ida Ayu Nyoman Oka Murniasih, kini guru SDN 1
Subagan, Kecamatan Karangasem. Guna
mendalami hobinya lebih jauh, Tut Ayu melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Agama Hindu Amlapura jurusan Bahasa Bali,
dan kini sudah menduduki bangku kuliah semester VIII. Dan lag-lagi di bangku
kuliah prestasinya kembali terajut beberapa kali meraih juara tingkat propinsi
bahkan sampai nasional.
Apa saja prestasinya hingga di
pergurun tinggi sekarang? Menurut penuturan Tut Ayu ditemui di tempat tugasnya
di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Karangasem. Di mulai meraih juara
I Lomba membaca sloka tahun 2010 lalu
dalam kegiatan Temu Karya Ilmiah (TKI) yang diselenggarakan di Ibukota Jakarta
tepatnya di Hotel Red Top. Juga kegiatan yang sama TKI lomba Palewakya tingkat perguruan tinggi agama
Hindu se-Indonesia tahun 2013 diselenggarakan di Palangkaraya, Kalimantan,
dirinya hanya meraih juara II. Diajang tahunan Pesta Kesenian Bali tahun 2011
lalu. Tut Ayu menyabet juara I. Dengan beberapa
predikat juara tingkat nasional itu,
mengantar dirinya selama kuliah sampai tamat tanpa biaya alias gratis, memperoleh
beasiswa dari Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI dan Kopertis Wilayah VIII
Bali, NTB dan NTT.
Dan menurut Tut Ayu, tahun 2014 mendatang rencananya dirinya lagi akan
ikut dikirim oleh almamaternya mengikuti lomba Palewakye tingkat nasional berpasangan dengan kakak kandungnya Ni
Kadek Ayu Paramandani yang sama-sama kuliah di STKIP Agama Hindu Amlapura.
Kilas balik prestasi telah direnggutnya sejak masih duduk di
bangku sekolah dasar. Diawali umur 9
tahun sudah mampu mendapatkan juara I lomba
Geguritan dan baca puisi tingkat Kecamatan Karangasem. Selanjutnya ketika
sekolah di tingkat SMP, alumnus SMPN 2 Amlapura dan SMAN 1 Amlapura itu,
menuturkan saat lomba di tingkat sekolah SMPN 2 Amlapura tahun 2006, dirinya
merengkuh juara I Mesatua Bali dalam rangka Bulan Bahasa. Juga, saat dirinya
menjadi siswa SMAN kembali meraih juara
I dibidang Baca Puisi Bali dalam rangka HUT SMAN 1 Selat, Kecamatan selat.
Katanya Tut Ayu, meskipun kini telah
berkeluarga sejak Oktober beberapa bulan lalu dipersunting pemuda pujaannya, I
Gusti Ngurah Gd. Aryawan, STT Par, tinggal di Jalan Sudirman Amlapura,
Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem, dirinya akan terus melakoni dan
meningkatkan hobinya tersebut, apalagi keluarga suami saya juga banyak yang
menggeluti seni. “kelak nanti tamat kuliah saya ingin menjadi guru bahasa dan
sastra Bali, karena dalam sastra Bali, banyak terkandung nilai-nilai filosofi,
agama/spiritual, pendidikan, ilmu pengetahuan, etika sor singgih dan pengetahuan lainnya,” ujar Tut Ayu. Sementara ini,
dirinya hanya baru mengajar bahasa dan sastra bali di Pasraman Dukuh, Desa
Padangkerta, Kecamatan Karangasem.
Ditanya tentang animo anak-anak
belajar bahasa dan sastra Bali, “seiring dengan maraknya perkembangan teknologi
media sekarang ini, ana-anak sekarang perlu diimbangi diberikan penambahan
pendidikan bahasa dan satra Bali agar bahasa Bali tidak lenyap, karena
anak-anak lebih senang beralih menikmati asyiknya media modern,” tambah Tut
Ayu.
Keberhasilan menuai prestasi Tut Ayu
dibidang sastra dan bahasa Bali, bukan saja mengalir begitu saja dari orang
tua, tetapi dia harus kerja keras belajar dan belajar. Khusus melatih kualitas vocal
suara, dirinya tak segan-segan berlatih dengan terapi di tempat lapang yang
luas di pinggir pantai dan perbukitan, katanya agar suaranya lepas dan bebas. Karena
kesendiriannya apalagi seorang gadis waktu itu belajar melatih vocal di tepi
pantai Jasri dekat rumah masih wilayah desanya, para nelayan di pantai mengira
Tut Ayu orang gila. “saya dikira orang gila ngomong keras-keras sendiri, tetapi
setelah diberi penjelasan bapak nelayan malah ketawa,” kenang Tut Ayu ketawa
cekikikan. Selain belajar nyastra
dari orang tua dan kampus, Tut Ayu juga banyak belajar dari seniornya Ibu Ida Ayu Ebayanti dari Desa Kubu,
Kecamatan Kubu. Dengan sepeda motor dirinya kerap menyambangi sang guru Ibu Ida
Ayu Ebayanti untuk belajar, meskipun jarak antara rumahnya di Desa Jasri dengan Desa Kubu sekitar 30 km. Tak pelak pengalaman pahit pernah dirasakan saat
meluncur ke rumah Ibu Dayu, ban sepeda motornya pecah di jalan dan motornya
juga mengalami kehabisan bensin. Dengan ketawa Tut Ayu mengenang perjalananya,
“masih ada untung tukang tambal ban dan kios bensin dekat tempat kejadian”. (Komang
Pasek
Antara)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda