I Wayan Tusan Menguak Tabir Selonding
Oleh I Komang Pasek Antara*
KEGELISAHAN sosok insan I Wayan Tusan terhadap seni sangat total. Khususnya seni
tabuh Bali yang bernama Selonding yang dikenalnya sejak masih usia kanak-kanak,
kini terus diburunya untuk diteliti secara mendalam. Selonding sangat identik
dengan Hindu di Bali, tapi perangkat gamelan dan suaranya tidak mudah bisa
dilihat/didengar di tempat-tempat umum. Kenapa Selonding disakralkan? Pertanyaan itu terus mengiang di
benaknya, ia hanya lepasan di bangku sekolah dasar tapi naluri menelitinya yang
alami sangat kuat. Berikut wawancara Komang Pasek Antara dengan I Wayan Tusan.
Kenapa Bapak tertarik meneliti Selonding?
Karena disakralkan oleh pendukungnya dan sangat
erat dengan agama Hindu. Yang boleh menabuh selonding tak sembarangan harus
melalui proses pembersihan yaitu mewinten.
Juga bunyi tabuh selonding identik sama suara sapta omkara (aksara suci melambangkan Ida Sanghyang Widhi Wasa). Timbul
pertanyaan, kenapa demikian? Didalam pihak orang luar Cuma tahu tentang
selonding hanya ada di Desa Tenganan Karangasem saja, padahal di Bali banyak
sekali. Setelah saya telusuri ternyata selonding telah berakar dari Bali
kemudian memasuki jaman sejarah. Kita sebut demikian,karena prasasti Sukawana caka 804, unsur
gamelan itu tercantum dalam prasasti dengan istilah angkul (ditabuh).
Keterikatan lebih lanjut untuk meneliti selonding, karena hasil survei Museum
Bali telah ditemukan tidak kurang dari seratus wilah gamelan selonding tersimpan di pura Besakih. Menindak lanjuti
Selonding yang ada di besakih, pada tahun1991 saat karya Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih
saya tangkil, ketika itu saya sangat
terharu melihat selonding pejenengan due
di Pura Besakih tidak ada yang menabuh, hanya dipajang begitu saja di Bale
Agung dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Juga saya pernah baca kebudayaan
petani Desa Trunyan karangan Prof. James Danajaya, bahwa di Trunyan ditemukan
dua buah selonding bernama Bhatara Gamla dan Bhatara Indra. Itulah yang
menyebabkan saya tertarik meneliti.
Sejak kapan Bapak. mengenal Selonding?
Sejak tahun 1956 ketika saya masih berumur 13
tahun. Waktu itu baru pertama kali saya melihat selonding di Desa Bungaya,
Karangasem pada saat ada upacara Ngusaba
Dangsil.
Apakah sebelumnya sudah ada orang meneliti
Selonding?
Ada, seperti Colin Mcphee musikolog dalam bukunya ”Music
In Bali tahun1966. tetapi mereka hanya tahu tentang Selonding di Tenganan dan
Kayu Bihi, Bangli saja. Kemudian guru-guru Kokar (kini SMKI) tahun1991 yang
hanya meneliti selonding saja dalam bukunya ”Masalah Gamelan Selonding”. Dan Prof.
Dr . Made Bandem yang ditulis dalam Ensiklopedi Gamelan Bali tahun.1993.
Kenapa diberi nama Selonding?
Nama Selonding berasal dari bahasa Jawa Kuno,
yaitu bermula dari nama salunding.
Arti selonding timbul dari peniruan bunyi alitrasi karena bunyinya dominan
instrumen tersebut yaitu lungding-blunding.
Sama halnya tiruan bunyi gamelan cengceng karena suaranya creng-creng. Misalnya
orang Bali menyebut meong atau meng
(kucing karena suaranya ngeong).
Apa fungsi Selonding di Bali?
Pada zaman dulu selonding sebagai objek pajak
kesenian untuk dana perbaikan Pura dimana tempat Selonding itu berada. Kemudian
sejak saka 1126 pemilikan atau penggunaan selonding di bebaskan dari seluruh
pajak. Saat itu mulailah masyarakat pendukung selonding menjadikan selonding
sebagai gamelan atau seni yang disakralkan sampai sekarang, selanjutnya menjadi
pendukung kegiatan upacara agama Hindu.
Kira-kira berapa jumlah nama tabuh
selonding?
Sekitar puluhan, masing-masing daerah lain nama
tabuhnya, dan nama tabuh tersebut menggunakan nama fenomena alam seperti nama
tabuh: tinjau katak, lutung puyah,
kacang-kucing, katak -dongkang, capung
gendok, gending curik, hujan angin
dan masih banyak lagi lainnya.
Daerah mana di Bali dijadikan objek
penelitian?
Diseluruh Bali kecuali klungkung, karena daerah
tersebut belum ditemukan selonding.
Di desa mana saja masing-masing kabupaten
di Bali terdapat selonding?
Sepanjang saya ketahui ada di semua kabupaten
kecuali Kabupaten Klungkung belum ditemukan. Kalau di Karangasem ada di Desa
Besakih (Pura Besakih), Desa Selat, Desa Muncan, Desa Duda, Desa Pemuteran,
Desa Kedampal, Desa Bebandem, Desa Bungaya, Desa Ssak, Desa Timbrah, Desa Bugbug,
Desa Tenganan, Desa Ngis (Selumbung), Desa Tumbu, Desa Seraya, dan Desa Ngis (Tista-Abang).
Di Kabupaten Bangli ada di Desa:
Trunyan, Buahan, Kedisan, Serai, Batur, Pengotan, Kayu Bihi dan Penida Kaja. Di
Buleleng ada di desa: Sembiran, Tigawasa, Bulihan dan Kubutambahan. Jembrana di
Desa Melaya (benda temuan) ini disimpan di Museum Bali. Tabanan terdapat di
desa: Kerambitan. Di kota seni Gianyar ada di Desa Bona (Pura Selonding). Sedangkan di
Kabupaten Badung di Desa Pecatu (Goa Selonding).
Mengapa Karangasem dan Bangli paling
banyak terdapat Selonding?
Ini baru paraf hipotesa saya, karena kedua daerah
tersebut merupakan pendukung kebudayaan Bali kuno.
Materi apa yang diangkat dalam penelitian?
Selonding dalam lintasan sejarah, filosofis,
gamelan selonding, selonding pada masa kini di Bali, beberapa masalah gamelan
selonding, upaya-upaya pelestarian gamelan selonding yang meliputi: renovasi
selonding Pura Besakih tahun 1992/1993, renovasi selonding Pura Pasar Agung
Besakih tahun 1993, dan pembangunan selonding Bebandem tahun 1994 untuk sarana pelatihan
dan pengkaderan.
Bagaimana
Gamelan Selonding dalam proses naratif rakyat Bali?
Begini,
selonding di Tenganan sangat di sakralkan dan dijadikan pretima. Kenapa disakralkan? Karena menurut masyarakat setempat,
mula-mula tiba-tiba terdengar bunyi selonding menderu-deru di angkasa, setelah
diamati di tempat suara itu terdengar, ditemukanlah beberapa pilah selonding. Mitos pada Usana
Bali menyebutkan, bahwa pada waktu kalahnya Mayadanawa masyarakat merayakan
kemenangannya, dan kemudian membangun kembali kahyangan yang rusak. Pada saat perayaan pemelaspas pura tersebut
para dedari menari rejang dan gandrungan
menabuh selonding. Karena itu sampai sekarang pada perayaan piodalan di
pura-pura ada tarian rejang yang diiringi tabuh selonding seperti di Desa: Bungaya,
Asak, Bugbug, Tenganan, dan Ngis.
Bagaimana sejarah Selaonding pada zaman
kuno di Bali?
Gamelan Selonding bersandar pada seperti skema di
bawah ini.
Sandaran Sejarah
Gamelan Selonding
Suber tertulis
Sumber tak tertulis
Prasasti
Naskah Bangunan Nama tempat Temuan Arkeologi
Tambra Prasasti
Lingga Pala Lontar
Manuskrip Nashah buku
-
Sukana Al 804 Prasasti
Blanjong Karya
Sastra: Tutur:
-
Bebetin 818 Caka Sanur
835 caka Bharata Yudha Usana Bali
-
Trunyan Al 833 caka Hariwangsa Aji Gurunita
-
Pengotan Al 846 caka Gatotkaca
Sraya Jnana Sidanta
-
Buahan A 916 caka Wertayana Raja Purana
-
Gurunpai 933 caka Rama
Parasu Piyagem
-
Bebandem 1052-1072 caka Wijaya Gegaduhan
-
Campetan 1071 caka Gaguritan
Karya
-
Timpag 1052-1072 caka Ligia
-
Buahan 1103 caka
-
Bulian 1103 caka
-
Campag 1103 caka
-
Jagara 1103 caka
-
Serai 1103 caka
-
Penida Kaja 1102 caka
-
Bugbug 1103 caka
-
Pura Kehen 1126 caka
-
Pengoten 1218 caka
-
Campaga 1246 caka
-
Tuluk Biyu 1306 caka
Dalam aspek sejarah siapa kelompok
Selonding?
Para Pande besi dan krama desa (anggota desa) bersangkutan
sampai saat ini sebelum ada intervensi majapahit ke Bali.
Adakah masalah-masalah
selonding yang bapak temukan di masyarakat?
Ada, hambatan internal yaitu
keterlambatan dalam pengkaderan juga kurang adanya duplikat gamelan Selonding. Hambatan
eksternal, yaitu adanya seni tandingan seperti seni musik tradisional Bali
lainnya. Anak-anak muda sekarang tidak banyak tertarik dengan selonding karena
pengaruh globalisasi dari segala aspek. Misalnya di desa Sembiran (Buleleng)
ada sebuah Selonding tapi tidak ada yang bisa menabuhnya. Di Trunyan hanya satu
tabuh saja. Sedangkan pada masa pemerintahan Majapahit di Bali, pemerintah
Majapahit belum didapat bukti pernah memberikan perhatian terhadap Selonding.
Langkah-langkah apa yang
dilakukan sebelum memulai penelitian?
Diawali dengan pengamatan
sepintas di lapangan terutama di daerah Bangli, Buleleng dan Karangasem. Dan
studi pustaka sekitar 40 buah buku termasuk lontar-lontar.
Apa yang menjadi hambatan
dalam penelitian?
Hambatannya terutama biaya, untuk sementara ini
biayanya swadaya sendiri. Untuk referensi tidak banyak diperoleh. Juga dalam
meneliti tidak mudah sewaktu-waktu bisa turun ke lapangan harus ada upacara
piodalan di pura di mana selonding itu berada, sebab Selonding itu bisa dilihat
atau ditabuh biasanya pada saat dilangsungkan piodalan di pura.
Apa tindak lanjutnya setelah
selesai penelitian?
Disusun, kemudian bila rencananya ada sponsor baik
dari pemerintah, swasta akan diterbitkan ke dalam sebuah buku. Saya sudah
pernah menyampaikan rencana masalah ini ke Kanwil Depdikbud Bali. Kalau ada
yang menerbitkan tapi bukan untuk dikomersialkan, saya tidak akan menuntut
apa-apa. Sebaliknya, bila dikomersialkan dijual dipasaran, tentu saya akan
menuntut royalti. Karya itu sebagai wujud pengabdian terhadap masyarakat akan
besarnya makna Selonding bagi umat Hindu.
Adakah pengalaman Bapak yang
menarik selama penelitian?
Ada saat melakukan penelitian di Trunyan bulan
Oktober 1992. Begini, sekitar pukul 11.30 saya dengan anak saya, ketut, nyarter
perahu menuju Trunyan. Sampai di sana langsung menuju pura. Di sana ketemu
orang sedang menari tarian Betara Brutuk.
Sang penari mencambuk setiap orang yang akan masuk ke pura atau yang ada di
sekitarnya. Melihat situasi pura agar tidak kena cambuk. Saya mengenakan
pakaian putih-putih seperti Pemangku.
Karena saya berpakaian demikian mungkin dikira Pemangku, akhirnya lolos, ha...ha....ha
..(tusan tertawa). Di pura yang dituju tidak ditemukan patung Arca Betara Sakti
Pancering Jagat setinggi empat meter. Setelah sembahyang di Meru kemudian saya
keluar ke areal lain mencari di mana Selonding itu berada. Akhirnya Selonding
itu ditemukan tapi belum ada penabuhnya.
Feature ini pernah dimuat di Tabloid
”Gapura”, Semester VI, No. 6 Th. II, hal. 9
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda