KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 25 Februari 2014

I Wayan Tusan Menguak Tabir Selonding



Oleh I Komang Pasek Antara*

KEGELISAHAN sosok insan I Wayan Tusan  terhadap seni sangat total. Khususnya seni tabuh Bali yang bernama Selonding yang dikenalnya sejak masih usia kanak-kanak, kini terus diburunya untuk diteliti secara mendalam. Selonding sangat identik dengan Hindu di Bali, tapi perangkat gamelan dan suaranya tidak mudah bisa dilihat/didengar di tempat-tempat umum. Kenapa Selonding  disakralkan? Pertanyaan itu terus mengiang di benaknya, ia hanya lepasan di bangku sekolah dasar tapi naluri menelitinya yang alami sangat kuat. Berikut wawancara Komang Pasek Antara dengan I Wayan Tusan.

Kenapa Bapak tertarik meneliti Selonding?
Karena disakralkan oleh pendukungnya dan sangat erat dengan agama Hindu. Yang boleh menabuh selonding tak sembarangan harus melalui proses pembersihan yaitu mewinten. Juga bunyi tabuh selonding identik sama suara sapta omkara (aksara suci melambangkan Ida Sanghyang Widhi Wasa). Timbul pertanyaan, kenapa demikian? Didalam pihak orang luar Cuma tahu tentang selonding hanya ada di Desa Tenganan Karangasem saja, padahal di Bali banyak sekali. Setelah saya telusuri ternyata selonding telah berakar dari Bali kemudian memasuki jaman sejarah. Kita sebut demikian,karena prasasti Sukawana caka 804, unsur gamelan itu tercantum dalam prasasti dengan istilah angkul (ditabuh). Keterikatan lebih lanjut untuk meneliti selonding, karena hasil survei Museum Bali telah ditemukan tidak kurang dari seratus wilah gamelan selonding tersimpan di pura Besakih. Menindak lanjuti Selonding yang ada di besakih, pada tahun1991  saat karya Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih saya tangkil, ketika itu saya sangat terharu melihat selonding pejenengan due di Pura Besakih tidak ada yang menabuh, hanya dipajang begitu saja di Bale Agung dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Juga saya pernah baca kebudayaan petani Desa Trunyan karangan Prof. James Danajaya, bahwa di Trunyan ditemukan dua buah selonding bernama Bhatara Gamla dan Bhatara Indra. Itulah yang menyebabkan saya tertarik meneliti.

Sejak kapan Bapak. mengenal Selonding?
Sejak tahun 1956 ketika saya masih berumur 13 tahun. Waktu itu baru pertama kali saya melihat selonding di Desa Bungaya, Karangasem pada saat ada upacara Ngusaba Dangsil.

Apakah sebelumnya sudah ada orang meneliti Selonding?
Ada, seperti Colin Mcphee musikolog dalam bukunya ”Music In Bali tahun1966. tetapi mereka hanya tahu tentang Selonding di Tenganan dan Kayu Bihi, Bangli saja. Kemudian guru-guru Kokar (kini SMKI) tahun1991 yang hanya meneliti selonding saja dalam bukunya ”Masalah Gamelan Selonding”. Dan Prof. Dr . Made Bandem yang ditulis dalam Ensiklopedi Gamelan Bali tahun.1993.

Kenapa diberi nama Selonding?
Nama Selonding berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu bermula dari nama salunding. Arti selonding timbul dari peniruan bunyi alitrasi karena bunyinya dominan instrumen tersebut yaitu lungding-blunding. Sama halnya tiruan bunyi gamelan cengceng karena suaranya creng-creng. Misalnya orang Bali menyebut meong atau meng (kucing karena suaranya ngeong).

Apa fungsi Selonding di Bali?
Pada zaman dulu selonding sebagai objek pajak kesenian untuk dana perbaikan Pura dimana tempat Selonding itu berada. Kemudian sejak saka 1126 pemilikan atau penggunaan selonding di bebaskan dari seluruh pajak. Saat itu mulailah masyarakat pendukung selonding menjadikan selonding sebagai gamelan atau seni yang disakralkan sampai sekarang, selanjutnya menjadi pendukung kegiatan upacara agama Hindu.



Kira-kira berapa jumlah nama tabuh selonding?
Sekitar puluhan, masing-masing daerah lain nama tabuhnya, dan nama tabuh tersebut menggunakan nama fenomena alam seperti nama tabuh: tinjau katak, lutung puyah, kacang-kucing, katak -dongkang,  capung gendok,  gending curik, hujan angin dan masih banyak lagi lainnya.

Daerah mana di Bali dijadikan objek penelitian?
Diseluruh Bali kecuali klungkung, karena daerah tersebut belum ditemukan selonding.

Di desa mana saja masing-masing kabupaten di Bali terdapat selonding?
Sepanjang saya ketahui ada di semua kabupaten kecuali Kabupaten Klungkung belum ditemukan. Kalau di Karangasem ada di Desa Besakih (Pura Besakih), Desa Selat, Desa Muncan, Desa Duda, Desa Pemuteran, Desa Kedampal, Desa Bebandem, Desa Bungaya, Desa Ssak, Desa Timbrah, Desa Bugbug, Desa Tenganan, Desa Ngis (Selumbung), Desa Tumbu, Desa Seraya, dan Desa Ngis (Tista-Abang). Di Kabupaten  Bangli ada di Desa: Trunyan, Buahan, Kedisan, Serai, Batur, Pengotan, Kayu Bihi dan Penida Kaja. Di Buleleng ada di desa: Sembiran, Tigawasa, Bulihan dan Kubutambahan. Jembrana di Desa Melaya (benda temuan) ini disimpan di Museum Bali. Tabanan terdapat di desa: Kerambitan. Di kota seni Gianyar ada  di Desa Bona (Pura Selonding). Sedangkan di Kabupaten Badung di Desa Pecatu (Goa Selonding).

Mengapa Karangasem dan Bangli paling banyak terdapat Selonding?
Ini baru paraf hipotesa saya, karena kedua daerah tersebut merupakan pendukung kebudayaan Bali kuno.

Materi apa yang diangkat dalam penelitian?
Selonding dalam lintasan sejarah, filosofis, gamelan selonding, selonding pada masa kini di Bali, beberapa masalah gamelan selonding, upaya-upaya pelestarian gamelan selonding yang meliputi: renovasi selonding Pura Besakih tahun 1992/1993, renovasi selonding Pura Pasar Agung Besakih tahun 1993, dan pembangunan selonding Bebandem tahun 1994 untuk sarana pelatihan dan pengkaderan.

Bagaimana Gamelan Selonding dalam proses naratif rakyat Bali?
Begini, selonding di Tenganan sangat di sakralkan dan dijadikan pretima. Kenapa disakralkan? Karena menurut masyarakat setempat, mula-mula tiba-tiba terdengar bunyi selonding menderu-deru di angkasa, setelah diamati di tempat suara itu terdengar, ditemukanlah beberapa pilah selonding.  Mitos pada Usana Bali menyebutkan, bahwa pada waktu kalahnya Mayadanawa masyarakat merayakan kemenangannya, dan kemudian membangun kembali kahyangan yang rusak. Pada saat perayaan pemelaspas pura tersebut para dedari menari rejang dan gandrungan menabuh selonding. Karena itu sampai sekarang pada perayaan piodalan di pura-pura ada tarian rejang yang diiringi tabuh selonding seperti di Desa: Bungaya, Asak, Bugbug, Tenganan, dan Ngis.

Bagaimana sejarah Selaonding pada zaman kuno di Bali?
Gamelan Selonding bersandar pada seperti skema di bawah ini.
                                  
                        Sandaran Sejarah Gamelan Selonding


Suber tertulis                                                      Sumber tak tertulis


Prasasti            Naskah             Bangunan         Nama tempat    Temuan Arkeologi


Tambra Prasasti     Lingga Pala      Lontar Manuskrip             Nashah buku


































 
-          Sukana Al 804                             Prasasti Blanjong                                Karya Sastra:                       Tutur:
-          Bebetin 818 Caka                       Sanur 835 caka                   Bharata Yudha                    Usana Bali
-          Trunyan Al 833 caka                                                                 Hariwangsa                          Aji Gurunita
-          Pengotan Al 846 caka                                                                                Gatotkaca Sraya                 Jnana Sidanta
-          Buahan A 916 caka                                                                   Wertayana                            Raja Purana
-          Gurunpai 933 caka                                                                     Rama Parasu                       Piyagem
-          Bebandem 1052-1072 caka                                                     Wijaya                                   Gegaduhan
-          Campetan 1071 caka                                                                                Gaguritan Karya                 
-          Timpag 1052-1072 caka                                                           Ligia
-          Buahan 1103 caka
-          Bulian 1103 caka
-          Campag 1103 caka
-          Jagara 1103 caka
-          Serai 1103 caka
-          Penida Kaja 1102 caka
-          Bugbug 1103 caka
-          Pura Kehen 1126 caka
-          Pengoten 1218 caka
-          Campaga 1246 caka
-          Tuluk Biyu 1306 caka


Dalam aspek sejarah siapa kelompok Selonding?
Para Pande besi dan krama desa (anggota desa) bersangkutan sampai saat ini sebelum ada intervensi majapahit ke Bali.

Adakah masalah-masalah selonding yang bapak temukan di masyarakat?
Ada, hambatan internal yaitu keterlambatan dalam pengkaderan juga kurang adanya duplikat gamelan Selonding. Hambatan eksternal, yaitu adanya seni tandingan seperti seni musik tradisional Bali lainnya. Anak-anak muda sekarang tidak banyak tertarik dengan selonding karena pengaruh globalisasi dari segala aspek. Misalnya di desa Sembiran (Buleleng) ada sebuah Selonding tapi tidak ada yang bisa menabuhnya. Di Trunyan hanya satu tabuh saja. Sedangkan pada masa pemerintahan Majapahit di Bali, pemerintah Majapahit belum didapat bukti pernah memberikan perhatian terhadap Selonding.

Langkah-langkah apa yang dilakukan sebelum memulai penelitian?
Diawali dengan pengamatan sepintas di lapangan terutama di daerah Bangli, Buleleng dan Karangasem. Dan studi pustaka sekitar 40 buah buku termasuk lontar-lontar.

Apa yang menjadi hambatan dalam penelitian?
Hambatannya terutama biaya, untuk sementara ini biayanya swadaya sendiri. Untuk referensi tidak banyak diperoleh. Juga dalam meneliti tidak mudah sewaktu-waktu bisa turun ke lapangan harus ada upacara piodalan di pura di mana selonding itu berada, sebab Selonding itu bisa dilihat atau ditabuh biasanya pada saat dilangsungkan piodalan di pura.

Apa tindak lanjutnya setelah selesai penelitian?
Disusun, kemudian bila rencananya ada sponsor baik dari pemerintah, swasta akan diterbitkan ke dalam sebuah buku. Saya sudah pernah menyampaikan rencana masalah ini ke Kanwil Depdikbud Bali. Kalau ada yang menerbitkan tapi bukan untuk dikomersialkan, saya tidak akan menuntut apa-apa. Sebaliknya, bila dikomersialkan dijual dipasaran, tentu saya akan menuntut royalti. Karya itu sebagai wujud pengabdian terhadap masyarakat akan besarnya makna Selonding bagi umat Hindu.

Adakah pengalaman Bapak yang menarik selama penelitian?
Ada saat melakukan penelitian di Trunyan bulan Oktober 1992. Begini, sekitar pukul 11.30 saya dengan anak saya, ketut, nyarter perahu menuju Trunyan. Sampai di sana langsung menuju pura. Di sana ketemu orang sedang menari tarian Betara Brutuk. Sang penari mencambuk setiap orang yang akan masuk ke pura atau yang ada di sekitarnya. Melihat situasi pura agar tidak kena cambuk. Saya mengenakan pakaian putih-putih seperti Pemangku. Karena saya berpakaian demikian mungkin dikira Pemangku, akhirnya lolos,  ha...ha....ha ..(tusan tertawa). Di pura yang dituju tidak ditemukan patung Arca Betara Sakti Pancering Jagat setinggi empat meter. Setelah sembahyang di Meru kemudian saya keluar ke areal lain mencari di mana Selonding itu berada. Akhirnya Selonding itu ditemukan tapi belum ada penabuhnya.

Feature ini pernah dimuat di Tabloid ”Gapura”, Semester VI, No. 6 Th. II, hal. 9

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda