KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 25 Februari 2014

Ida Bgs. Kt. Rai, Seniman Sastra dan Satu-Satunya Pelukis Daun Lontar



Melukis di atas daun lontar yang bias disebut perasi di Bali  termasuk sudah lumrah, dan banyak oran bisa membuatnya. Lain halnya satu-satunya pelukis di atas daun lontar. Ida Bgs. Kt. Rai (45) namanya. Memang Ide pertama dari prasi yang pernah dilihatnya di Desa Tenganan Pegringsingan, salah satu desa kuno, tetangga wilayah desanya. Seorang bapak dari tiga putra itu,lahir di tempat tinggalnya sekarang, Geriya Jungutan, Bungaya, Karangasem, Bali Karva Rai belum banyak dikenal masyarakat. Aktivitas melukis seperti itu, telah digeluti sejak tiga tahun  lalu denan hasil lukisan yan sangat terbatas. Dia sendiri belum memberikan istilah nama lukisan yang dibuatnya. “Apakah lukisan ini sama dengan prasi, saya belum brani mengiyakan, yang jelas lukisan di atas daun lontar, “katanya kepada penulis setengah bertanya di tempat tinggalnya.
            Proses pembuatan, di awali dengan pemotongan daun lontar. Setelah melalui proses pengeringan, daun lontar di olesi lem perekat khususnya, kemudian ditempel di atas bidang kain tersusun secara vertikal/horizontal, sehinga tampak daun lontar itu berjejer/bersambung. Kemudian dilukis menggunakan pensil, lanjut dengan pengerupak (pisau khusus penulis daun lontar). Agar gambar menjadi lebih terang, di oleskan dengan buah kemiri yang di bakar. Ukuran lontar yan biasana digunakan, panjang 30 cm dan lebar 3,5 cm. Sedangkan panjang gambar tergantung keinginan.
            Coretan tangan termpil Rai itu, Bukan Sekedar likisan biasa. Yang pernah dibuatnya, semuanya bertema pewayangan dengan nafas Hindu, a.l.: Sutasoma, Rahwana Jatayu, Saraswati, Dasabaya dll. Rata-rata lukisannya berukuran pj. 66 cm dan lbr. 30 cm. Jika di hitung, lontar yan digunakan, sekitar 19 lembar, denan lama waktu kerja sampai selesai mencapai beberapa bulan tergantung mood.

Sebuah lukisan Rp. 1.500.000
            Aktivitas Rai bukan lagi sekedar hobi, tetapi sudah mengarah komersial sebagai upaya peningkatan ekonomi sosial keluarga. Menurut penuturan Rai, beberapa tamu mancanegara asal Australia, Belanda dan California, langsung memesan/membeli ke tempat tinggalnya. Harga sebuah lukisan mencapai Rp 250.000 – Rp 1.500.000. Dikenalnya lukisan langka Rai itu oleh wisman tadi, saat berlangsungnya pameran pada Pesta Kesenian Bali di Denpasar, Bali, beberapa tahun lalu. Waktu itu, beberapa lukisan daun lontarnya ikut dipamerkan. Juga, dua diantara sekian karya Rai disimpan di Pusat Dokumentasi Bali.
            Tidak berlebihan, lukisan Rai, Penuh makna religius. Guratan-guratan emosi jiwanya, suatu fenomena kehidupan nyata dan alam “samar-samar”. Rai dulu bukan Rai sekarang dengan menyandang sebagai seniman professional. Terus memanjat kehidupan, menyiasati kehidupan sosial keluarga, tentu tanpa mengabaikan nilai budaya. Dulu, proses kehidupannya pernah penuh kegelisahan, mencari identitas. Pernah melanglang buana ke seberang lautan, bersimpah keringat sebagai tukang pangkas rambut di kota Pahlawan, Surabaya, kenek mobil serta penjaga toko di Lombok. Menjadi petani kecil dan peternak digeluti di desa, namun semua berakhir tanpa hasil memadai.

Seniman Sastra
            Jati dirinya sebagai seniman, bukan sampai di situ. Sebelum menekuni lukisan lontar, Rai suasana religius magis Geria Jungutan, tempat menyambung hidup sejak masih dalam rahim, telah melahirkan nuansa-nuansa sebagai seniman sastra lontar. Mantan Sekretaris Bungaya, hanya masih kanak-kanak sudah memiliki hobi memebaca dan menulis/mengarang naskah lontar Bali, warisan mendiang leluhurnya. Beberapa karangan sastara telah diciptakannya, seperti Manikam (cerita burung). Lawar pabuan (lagu dengan kata-kata bersambung), Nara Soma ( kisah Salya waktu muda), Kekawin Sabalanga (Pesta Kesenian Bali), dan Kekawin Saraswati. Melaksanakan “Proyek” awig-awig dari beberapa desa di Pulau Dewata.

           
Padma Reka
            Selain karya seni di atas, bapak berkumis lebat ini, juga mengembangkan keunikan lukis sastra, oleh dia disebut dengan istilah Padma Reka (gambar aksara yang digunakan). Ide perpaduan antara seni lukis dan sastra itu, dari hasil karya sastra peninggalan Anak Agung Istri Biang Agung, dari Puri Karangasem. Soal nama istilah karya sastra tersebut, berbeda dengan nama yang diberikan oleh pihak Proyek Penelitian Dan Pengajian Kebudayaan Bali Dirjen Kebudayaan Depdikbud th. 1989. Pihak Proyek tersebut membeir nama Sastra Yantra. Pemberian nama Padma Reka oleh Rai, setelah dipelajari berbulan-bulan. Waktu itu, Rai diberikan kepercayaan pertama oleh pihak Puri Karangasem untuk mempelajari karya tersebut. Menurut ceritanya kepada penulis, ia pernah ”gila” terus mempelajari, karya seni apa ini? Karya Sastra itu, aslinya di buat dari bahan sebilah kayu, bentuk bundar, bergambar bulan berhiasan padma mekar, dan disertai huruf/sastra yang dapat di tembangkan. Cara membaca pernah didemonstrasikan oleh Rai di TVRI Stasiun Denpasar beberapa tahun lalu.
            Kini, Padma reka versi Ida Bgs. Kt. Rai, telah dikembangkan berupa lukisan di atas kertas, seperti padma, arda chandra, saraswati, garuda, dan naga.  Tembang-tembang (lagu) padma reka itu, di ambil dari sinom, semarandhana, kawitan warga sari, mijil, megatruh, rarewangi, pangkur, dan demung sawit.

Juara
            Kepiawaian Ida Bgs.Kt. Rai dibidang sastra, mengantarkan ia sebagai juara 1 se-Bali th. 1980 dalam menulis naskah lontar dan Utsawa Dharma Gita. Juara 2 pepaosan se-Bali 1978. Dengan demikian, tak mengherankan, kalau di Gerianya banyak masyarakat sekitarnya belajar mekidung kepadanya. (Komang Pasek Antara)

Feauture ini pernah di muat di Majalah “Cakrawala Pariwisata” Edisi 28 Tahun 1994

1 Komentar:

Pada 12 Maret 2014 pukul 20.06 , Anonymous Anonim mengatakan...

Seniman Nyoman Erawan (56) bakal bersanding dengan para penyair terkemuka Bali dalam kegiatan bertajuk "Erawan Vs Penyair Sejati: Salvation of The Soul Ritus Bunyi Kata Rupa". "Kegiatan itu digelar di Antida Sound Garden, kawasan Jalan Waribang, Denpasar, Sabtu (15/3)," kata Nyoman Erawan di Denpasar, Kamis, sebagaimana yang dirilis dalam website www.iyaa.com

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda