KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 25 Februari 2014

Catatan Kecil 32 Kota Amlapura



“ KOTA BARU-KU HILANG”
Oleh I Komang Pasek Antara

Tak disadari ternyata kota Amlapura tahun ini memasuki usia tiga puluh dua tahun bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus. Selama ini warga kota Amlapura jarang tahu hari jadi kotanya padahal sudah berusia kepala tiga. Mengapa? dimaklumi karena pada saat itu hari jadinya bersamaan dengan HUT RI sehingga gaung hari jadi Amlapura tenggelam oleh geliat perayaan tahunan HUT RI. Dan Pemkab Karangasem sekarang dengan pola efesiensi dan efektif selalu menyatukan aktivitas perayaan HUT RI dan HUT Kota Amlapura.
Maraknya kain rentang menyambut HUT RI yang dipasang oleh warga kota di tempat-tempat strategis sudut-sudut kota Amlapura, tulisan HUT/Dirgahayu Kota Amlapura perlu lebih banyak lagi di ikutkan mendampingi kalimat HUT/Dirgahayu RI sebagai wujud sama-sama mencintai. Ya, itu tadi warga kota belum banyak tahu saat itu juga HUT kotanya.
Kenapa dipilih pada tanggal 17 Agustus 1970 yang lalu sebagai awal hari jadi kota Amlapura. Apalagi soal sejarahnya tentu warga kota belum mengetahui secara detail. GAPURA satu-satunya media informasi/komunikasi milik rakyat Karangasem yang dikelola Pemkab Karangasem dapat memberikan sedikit gambaran perjalanan historisnya. Kepemimpinan A.A. I Gede Karang, Bupati Karangasem waktu itu yang kebetulan masih nyeneng merupakan embrio kelahiran kota Amlapura.
Kita bersyukur kota Amlapura sampai dibawah kendali kepemimpinan Drs. I Gede Sumantara Adi Prenata, Bupati sekarang yang rajin kelapangan menemui rakyatnya, pembanguna pisik/sosial-ekonomi di kota Amlapura terus mengalami peningkatan pesat. Kerusuhan antara warga kota tidak pernah terjadi, tidak seperti dikota-kota lainnya di Indonesia. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap melekat di hati sanubari masing-masing warga kota.
Bernostalgia sejenak, selain kita memiliki nama Kota Amlapura yang sekarang, dulu kita juga pernah memiliki sebuah nama “koa” yang diberi nama Kota Baru sebuah nama tempat komplek perkantoran Kantor Bupati Karangasem sekarang yang dipopulerkan oleh mantan Bupati Karangasem, A.A. Gede Karang serkitar tahun 1970-an. Entah bagaimana nama tersebut tenggelan ditelan masa. Mungkin nama tersebut tidak berbau balinis, sehingga tidak berklenan di hati warganya. Dulu, sebelum berdiri bangunan-banguan pemerintah areal tersebut dari pertigaan Kaje Kauh (DKPLH) sampai pertigaan susuan (SLTPN 1 Amlapura) adalah hamparan sawah. Seperti nama komplek perkantoran pemerintah di Denpasar : Niti Mandala dan Niti Praja, sampai sekarang tetap popouler. Ide Mengkomplekskan kantor ala mantan Bupati Karang sangat bagus, bahkan jauh lebih dulu ada dibandingkan Denpasar. Rencananya semua kantor pemerintah kabupaten menyatu di Jalan Ngurah Rai sebagai pengembangan kota, tapi tak terwujud, mungkin persoalan biaya pembebasan tanah milik pribadi. Sekarang tak terdengar lagi dari ucapan warga bila akan bepergian di kompleks Kantor Bupati menyebut Kota Baru. “Tiang lakar ke Kota Baru” , “Kota Baru-ku hilang”. Adakah akan merunut kembali sejarah yang hilang itu kendati pun namanya bukan Kota Baru lagi, ? Semoga!
Sarana rekreasi hiburan bagi anak-anak dan keluarga hampir tidak kita temukan lagi di kota Amlapura. Dulu sejak tahun tujuh puluhan, pernah ada satu-satunyan taman rekreasi kolam renang yang diberi nama LILA SAKTI, karena peresmiannya bertepatan dengan peringatan Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1978 tempatnya di Pura Jagatnatha sekarang. Karena kurang perawatan ; kolam tsb. MPP alias mati pelan-pelan, waktun itu hanya pulang namanya masih “sehat” dan “sakti”. Saking jengkelnya warga kota kehilangan tempat rekreasi, ada-ada saja warga yang jahil pulang nama kolam renang tersebut posisi huruf SAKTI-nya dirubah menjadi SAKIT sehingga terbaca LILA SAKIT.
Program pembangunan kedepan tempat taman kota untuk rekreasi bagi anak-anak dan keluarga menghilangkan penat saat senja hari seperti di lapangan Puputan Badung, yaitu dengan memindahkan lapangan sepak bola Candra Bhuana Amlapura ke luar kota, dan di ganti menjadi taman kota mengingat kedepan lapangan tersebut tidak akan memadai lagi menanpung warga yang berolahraga. Pada jaman kerajaan Lapangan Candra Bhuana adalah taman yang indah untuk warga puri, sehingga lingkungan sekitarnya disebut dengan Taman (Banjar Taman). Alternatif sementara untuk taman rekreasi anak-anak dan keluarga mungkin dapat digunakan areal bagian timur Tugu Pahlawan Ciung Wenara yang telah ditata rindang oleh Pemkab Karangsem, dan yang satunya lagi di lapangan Tanah Aron. Pada hari usia ke-32 tahun kota Amlapura dan HUT Ri ke-58, momentum yang amat mulia untuk kita renungkan lagi bagi para Pahlawan yang mendahului kita salah satu bentuk untuk mengabadikan jasa-jasanya, melalui pemberian nama tempat, jalan, gedung, dllnya yang ada di Amlapura, mengingat masih banyak para pejuang/tokoh pembangunan dan mungkin tokoh seniman di Karangasem yang telah tiada namanya belum di abadikan. Salah satu contoh dari sekian tokoh adalah para raja Karangasem dulu yang pernah meminpin/menguasai Bali dan Lombok pada jaman kerajaan, da[pat dijadikan pertimbangan untyuk namanya diabadikan dalam sebuah nama tempat/jalan/gedung dll. Seperti Tabanan punya nama Gedung Mario, nama seorang tokoh seniman tari asal Tabanan. Bagaimana dengan Gedung Kesenian Amlapura satu-satunya?
Pemberian tanda jasa para pejuang pahlawan yang gugur di bumi Karangasem yang diabadikan namanya melalui nama-nama jalan di Kota Amlapura itu, masih banyak masyarakat Amlapura yang setiap hari melewati jalan itu belum taui siapa beliau, apalagi masyarakat yang lahir setelah jaman kemerdekaan. Siapa, Asal. Mengapa, dan berbagai tanda tanya profil beliau yang perlu diketahui oleh masyarakatnya. Penerbitan sebuah buku kecil sejarah lokal tentang tokoh-tokoh pahlawan/pejuang karangasem adalah bentuk penghargaan sejarah, dan masyarakatpun mengenal para penegelingsirnya.
Perkembangan penduduk kota amlapura meskipun belum menjadi maslah seperti di Denpasar, tetapi setiap tahun tampaknya terus bertambah pesat. Saudara-saudara kita dari dauh tukad telah banyak menyerbu Amlapura mengadu nasib ngalih akilone berjuang di sektor nonformal. Mereka terlihat sebagi mayoritas berjualan memadati senggol depan Gedung Kesenian dan Pertigaan Abang  tentu sejak dini penataan pemukiman menjadi strategi pembanguan ke depan. Apalagi Taman ujung yang dekat kota telah diadakan perehaban yang akan menyerupai aslinya, tentu pula lapangan itu akan diserbu penduduk dauh tukad  mencari nafkah merebut kue pariwisata.
“Karangasen Jangan Dilupakan” motto ini pernah populer sewaktu Karangasem dipimpin oleh Bupati Karangasem ke-4, A.A. Gede Karang. Kini, slogan yang nyaris dilupakan warga itu, maknanya perlu dibangkitkan kembali beriringan dengan motto BERSEHATI, karena isyarat simbol yang ada balik itu penuh dengan ajakan/himbauan kepada semua lapisan masyarakat Karangasem maupun luar Karangasem, agar tetap ingat kepada kawitannya. Tentunya bukan ingat saja tetapi lebih dari itu mau ikut menanamkan buah pikiran dan investasi demi pembangunan Karangasem. “Kerja belum selesai belum apa-apa” Siapa lagi kalau bukan kita. Dirgahayu Republik Indonesia dan Kota Amlapura.
         Feature ini pernah dimuat di Tabloid ”Gapura”, Edisi Agustus 2002, No XIV

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda