Catatan Kecil 32 Kota Amlapura
“
KOTA BARU-KU HILANG”
Oleh I Komang
Pasek Antara
Tak disadari ternyata kota
Amlapura tahun ini memasuki usia tiga puluh dua tahun bertepatan dengan HUT
Kemerdekaan RI 17 Agustus. Selama ini warga kota Amlapura jarang tahu hari jadi
kotanya padahal sudah berusia kepala tiga. Mengapa? dimaklumi karena pada saat
itu hari jadinya bersamaan dengan HUT RI sehingga gaung hari jadi Amlapura
tenggelam oleh geliat perayaan tahunan HUT RI. Dan Pemkab Karangasem sekarang
dengan pola efesiensi dan efektif selalu menyatukan aktivitas perayaan HUT RI
dan HUT Kota Amlapura.
Maraknya kain rentang menyambut
HUT RI yang dipasang oleh warga kota di
tempat-tempat strategis sudut-sudut kota Amlapura, tulisan HUT/Dirgahayu Kota
Amlapura perlu lebih banyak lagi di ikutkan mendampingi kalimat HUT/Dirgahayu
RI sebagai wujud sama-sama mencintai. Ya, itu tadi warga kota belum banyak tahu
saat itu juga HUT kotanya.
Kenapa dipilih pada tanggal 17
Agustus 1970 yang lalu sebagai awal hari jadi kota Amlapura. Apalagi soal
sejarahnya tentu warga kota belum mengetahui secara detail. GAPURA satu-satunya media
informasi/komunikasi milik rakyat Karangasem yang dikelola Pemkab Karangasem
dapat memberikan sedikit gambaran perjalanan historisnya. Kepemimpinan A.A. I Gede
Karang, Bupati Karangasem waktu itu yang kebetulan masih nyeneng merupakan embrio kelahiran kota Amlapura.
Kita bersyukur kota Amlapura
sampai dibawah kendali kepemimpinan Drs. I Gede Sumantara Adi Prenata, Bupati
sekarang yang rajin kelapangan menemui rakyatnya, pembanguna
pisik/sosial-ekonomi di kota Amlapura terus mengalami peningkatan pesat.
Kerusuhan antara warga kota tidak pernah terjadi, tidak seperti dikota-kota
lainnya di Indonesia. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap melekat di hati sanubari
masing-masing warga kota.
Bernostalgia sejenak, selain kita
memiliki nama Kota Amlapura yang sekarang, dulu kita juga pernah memiliki
sebuah nama “koa” yang diberi nama Kota Baru sebuah nama tempat komplek
perkantoran Kantor Bupati Karangasem sekarang yang dipopulerkan oleh mantan
Bupati Karangasem, A.A. Gede Karang serkitar tahun 1970-an. Entah bagaimana
nama tersebut tenggelan ditelan masa. Mungkin nama tersebut tidak berbau balinis, sehingga tidak berklenan di
hati warganya. Dulu, sebelum berdiri bangunan-banguan pemerintah areal tersebut
dari pertigaan Kaje Kauh (DKPLH) sampai pertigaan susuan (SLTPN 1 Amlapura)
adalah hamparan sawah. Seperti nama komplek perkantoran pemerintah di Denpasar
: Niti Mandala dan Niti Praja, sampai sekarang tetap popouler.
Ide Mengkomplekskan kantor ala mantan
Bupati Karang sangat bagus, bahkan jauh lebih dulu ada dibandingkan Denpasar.
Rencananya semua kantor pemerintah kabupaten menyatu di Jalan Ngurah Rai sebagai
pengembangan kota, tapi tak terwujud, mungkin persoalan biaya pembebasan tanah
milik pribadi. Sekarang tak terdengar
lagi dari ucapan warga bila akan bepergian di kompleks Kantor Bupati menyebut
Kota Baru. “Tiang lakar ke Kota Baru”
, “Kota Baru-ku hilang”. Adakah akan merunut kembali sejarah yang hilang itu kendati
pun namanya bukan Kota Baru lagi, ? Semoga!
Sarana rekreasi hiburan bagi
anak-anak dan keluarga hampir tidak kita temukan lagi di kota Amlapura. Dulu
sejak tahun tujuh puluhan, pernah ada satu-satunyan taman rekreasi kolam renang
yang diberi nama LILA SAKTI, karena peresmiannya bertepatan dengan peringatan
Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1978 tempatnya di Pura Jagatnatha sekarang.
Karena kurang perawatan ; kolam tsb. MPP alias mati pelan-pelan, waktun itu
hanya pulang namanya masih “sehat” dan “sakti”. Saking jengkelnya warga kota
kehilangan tempat rekreasi, ada-ada saja warga yang jahil pulang nama kolam
renang tersebut posisi huruf SAKTI-nya dirubah menjadi SAKIT sehingga terbaca
LILA SAKIT.
Program pembangunan kedepan
tempat taman kota untuk rekreasi bagi anak-anak dan keluarga menghilangkan
penat saat senja hari seperti di lapangan Puputan Badung, yaitu dengan
memindahkan lapangan sepak bola Candra Bhuana Amlapura ke luar kota, dan di
ganti menjadi taman kota mengingat kedepan lapangan tersebut tidak akan memadai
lagi menanpung warga yang berolahraga. Pada jaman kerajaan Lapangan Candra
Bhuana adalah taman yang indah untuk warga puri, sehingga lingkungan sekitarnya
disebut dengan Taman (Banjar Taman). Alternatif sementara untuk taman rekreasi
anak-anak dan keluarga mungkin dapat digunakan areal bagian timur Tugu Pahlawan
Ciung Wenara yang telah ditata rindang oleh Pemkab Karangsem, dan yang satunya
lagi di lapangan Tanah Aron. Pada hari usia ke-32 tahun kota Amlapura dan HUT
Ri ke-58, momentum yang amat mulia untuk kita renungkan lagi bagi para Pahlawan
yang mendahului kita salah satu bentuk untuk mengabadikan jasa-jasanya, melalui
pemberian nama tempat, jalan, gedung, dllnya yang ada di Amlapura, mengingat
masih banyak para pejuang/tokoh pembangunan dan mungkin tokoh seniman di
Karangasem yang telah tiada namanya belum di abadikan. Salah satu contoh dari
sekian tokoh adalah para raja Karangasem dulu yang pernah meminpin/menguasai
Bali dan Lombok pada jaman kerajaan, da[pat dijadikan pertimbangan untyuk
namanya diabadikan dalam sebuah nama tempat/jalan/gedung dll. Seperti Tabanan
punya nama Gedung Mario, nama seorang tokoh seniman tari asal Tabanan.
Bagaimana dengan Gedung Kesenian Amlapura satu-satunya?
Pemberian tanda jasa para pejuang
pahlawan yang gugur di bumi Karangasem yang diabadikan namanya melalui
nama-nama jalan di Kota Amlapura itu, masih banyak masyarakat Amlapura yang
setiap hari melewati jalan itu belum taui siapa beliau, apalagi masyarakat yang
lahir setelah jaman kemerdekaan. Siapa, Asal. Mengapa, dan berbagai tanda tanya
profil beliau yang perlu diketahui oleh masyarakatnya. Penerbitan sebuah buku
kecil sejarah lokal tentang tokoh-tokoh pahlawan/pejuang karangasem adalah
bentuk penghargaan sejarah, dan masyarakatpun mengenal para penegelingsirnya.
Perkembangan penduduk kota
amlapura meskipun belum menjadi maslah seperti di Denpasar, tetapi setiap tahun
tampaknya terus bertambah pesat. Saudara-saudara kita dari dauh tukad telah banyak menyerbu Amlapura mengadu nasib ngalih akilone berjuang di sektor
nonformal. Mereka terlihat sebagi mayoritas berjualan memadati senggol depan
Gedung Kesenian dan Pertigaan Abang
tentu sejak dini penataan pemukiman menjadi strategi pembanguan ke
depan. Apalagi Taman ujung yang dekat kota telah diadakan perehaban yang akan
menyerupai aslinya, tentu pula lapangan itu akan diserbu penduduk dauh tukad mencari nafkah merebut kue pariwisata.
“Karangasen Jangan Dilupakan”
motto ini pernah populer sewaktu Karangasem dipimpin oleh Bupati Karangasem
ke-4, A.A. Gede Karang. Kini, slogan yang nyaris dilupakan warga itu, maknanya
perlu dibangkitkan kembali beriringan dengan motto BERSEHATI, karena isyarat
simbol yang ada balik itu penuh dengan ajakan/himbauan kepada semua lapisan
masyarakat Karangasem maupun luar Karangasem, agar tetap ingat kepada kawitannya. Tentunya bukan ingat saja
tetapi lebih dari itu mau ikut menanamkan buah pikiran dan investasi demi
pembangunan Karangasem. “Kerja belum selesai belum apa-apa” Siapa lagi kalau
bukan kita. Dirgahayu Republik Indonesia dan Kota Amlapura.
Feature ini pernah dimuat di Tabloid
”Gapura”, Edisi Agustus 2002, No XIV
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda