RITUAL UNIK DI DESA ADAT ASAK, KARANGASEM
Nyepeg
Sampi Beramai-ramai untuk Menetralisir Alam
Oleh:
I Komang Pasek Antara
Desa Adat Asak
tergolong salahsatu desa kuna yang ada di
Kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Dinas Pertima, Kecamatan Karangasem,
lokasinya sekitar 4 km dari kota Amlapura ke arah barat menuju jalan ke
Denpasar. Sebagai sebuah sosok desa kuna tentu syarat akan aktivitas ritual
agama dan tradisi budayanya yang unik. Aktivitas ritual agama dan budaya yang
hingga kini masih ajeg di Desa Adat Asak sangatlah banyak bebarapa diantaranya:
Usaba Kaulu, Usaba Sumbu, Rejang, Pendet
dan Gebug/Maniang.
Salahsatu ritual
keagamaan Desa adat Asak yang cukup unik
penulis langsung liput adalah Usaba Kaulu (Ngusaba Ngaulu). Apanya
yang unik dari Usaba Kaulu sehingga
menarik untuk diliput dan dipublikasikan?
Nyepeg
Sampi (pembunuhan/tebas sapi) namanya, salah satu rangkaian kegiatan Usaba Kaulu yang tergolong dalam upacara
Bhuta Yadnya (pecaruan) untuk menetralisisr alam wilayah desa dari gangguan
mahkluk jahat. Ritual tersebut rutin digelar setiap sasih kaulu (sekitar bulan Januari/Pebruari)
Pada tanggal 29
Januari 2012 lalu suasana pagi sekitar pukul 08.00 wilayah Desa Adat Asak masih sedikit lenggang
saat penulis memasuki wialayah desa tersebut, hanya beberapa kelompok warga
laki-perempuan dan dehe-teruna (pemudi-pemuda) berbusana adat di
depan rumahnya masing-masing.
Penulis dengan
seorang teman fotografer I Made Pasek Mudhana, S.Kom berjalan kaki menuju kediaman Keliang Desa
Adat Asak Bapak I Nyoman Winata, SH untuk minta ijin liputan. Dengan ramah dehe (gadis) berparas cantik, kulit putih langsat berperawakan
tinggi mengenakan busana adat menyapa penulis di depan rumahnya. Novi namanya,
mahasiswi Unhi Denpasar, putri Bapak I Nyoman Winata dengan spontan berujar
seperti sudah diketahui maksud dan tujuan kedatangan penulis, “ngerereh bapak nggih, bapak kantun ring Jakarta” (cari bapak ya, bapak masih di
Jakarta).
Karena Bapak Winata
tidak ada, maka Novi menunjukkan rumah Wakil Keliang Desa Adat Asak, Bapak I
Ketut Sudira yang ada di sebelah baratnya. Juga Bapak I Ketut Sudira tidak ada,
menurut istrinya sudah ke lokasi upacara Usaba
Kaulu.
Saat penulis
menuju lokasi upacara mulailah terlihat banyak warga masyarakat laki-perempuan,
anak-anak dan dewasa dengan busana adat keluar dari rumah menuju lokasi
upacara. Akhirnya penulis bertemu dengan Pak I Ketut Sudira di lokasi upacara
di Pura Patokan Balai Banjar Asak Kangin untuk menyampaikan maksud dan tujuan
kedatangan penulis.
Nyepeg Sampi
Banyak tahapan
ritual yang hendak dijalankan sebelum dan sesudah dilakukan Nyepeg Sampi. Matahari pagoi sudah
beranjak mulai naik sekitar pukul 09.00 mulailah rangkaian upcara Nyepeg Sampi. Diawali dengan para teruna desa memasuki areal banjar untuk mempersiapkan
rangkaian upacara Nyepeg Sampi. Pelaksanaan
ritual Nyepeg Sampi didominasi oleh
para seke dehe-teruna Asak.
Pare dehe-teruna
yang akan melakoni Nyepeg Sampi para terunanya mengenakan busana kain warna
hitam dibalut saput warna putih dan diikat sabuk poleng (warna hitam-putih) dengan mengenakan destar warna merah tapi tanpa mengenakan baju serta dipersenjatai blakas penyepegan sampi . Sedangkan para
teruninya mengenakan kebaya seragam brokat
warna kuning dan kainnya warna-warni membawa bokor dilengkapi sesajen kembang.
Dimulai Jero
Mangku mempersiapkan penataan banten
di Pura Patokan, sementara para terunanya
menyucikan sapi dengan sarana upacara dan menghiasnya dengan kain warna-warni
di jaba (bagian luar) Pura Puseh.
Upacara selanjutnya,
barulah dilakukan prosesi, seekor sapi diarak keliling desa diiringi gamelan Baleganjur dan diikuti oleh
seluruh dehe-teruna dan krama Desa
Adat Asak. Selama prosesi jalan raya ditutup sementara dari deru kendaraan. Prosesi
keliling desa berkahir di depan Balai Banjar. Sebelum sapi memasuki balai
banjar sapi dipapag (disambut) dengan
sarana banten pejati dan selengkapnya
oleh Jero Mangku. Sapi yang dijadikan caru harus berjenis kelamin jantan
lengkap dengan buah pelirnya.
Di Pura Patokan sapi diupacarai dengan
mengelilingi Palinggih Patokan sebanyak tiga kali, dan para terunanya melakanakan persembahyangan
memohon kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa yang berstana di Pura Patokan agar
upacara Nyepeg Sampi berjalan dengan
selamat dan sukses.
Setelah upacara di
Pura Patokan, barulah memasuki detik-detik menegangkan penyepegan sampi segera akan dimulai. Krama Desa Adat Asak tumpah ruah di jalan akan menyaksikan dan
menunggu sapi ke luar dari balai banjar. Harap-harap cemas sapi yang dilepas
lari ke jalan dikhawatirkan menabrak rumah dan kerumunan warga di jalan raya.
Begitu sapi dilepas
dari talinya oleh para teruna sekitar
pukul 10.00 sapi keluar dari pintu balai banjar langsung lari menuju arah
selatan, melihat sapi telah keluar dari balai banjar, krama spontan berhamburan minggir
ke pinggir jalan, dan saat itu pula langsung
dikejar sambil bersorak-sorai kegirangan oleh ratusan teruna sembari membawa blakas
untuk disepeg serta diikuti oleh krama desa lainnya.
Sembari berlari
mengejar sapi, beberapa meternya tubuh sapi sudah dapat disepeg beramai-ramai oleh teruna, darah merah segar sapi pun
muncrat, bahkan muncrat darahnya mengenai tubuh teruna. Baru berlari sekitar
100 meter ke arah selatan sapi gemuk yang berharga 10 juta rupiah itu akhirnya
tumbang menghembuskan napas terakhir dan tergeletak di jalan raya.
Kemudian sapi
tersebut dicabik-cabik organ tubuhnya. Pertama kepala sapi dipotong langsung dibawa ke banjar. Organ
tubuh sapi lainnya menyusul dibawa ke balai banjar untuk dibuatkan bayang-bayang berbentuk seekor sapi untuk diolah dijadikan bahan caru, dan sisanya diolah untuk dimakan megibung (makan bersama) bersama: teruna-deha, pecalang dan krama saing (karma desa).
Denda
Mencapai 10 Juta Rupiah
Yang menarik dari
aturan tempat nyepeg sampi, menurut
tokoh adat Desa Asak, I Wayan Nesa (54 tahun) yang bergelar Jero Menange,
apabila nyepeg sampi di areal wilayah desa adat dan pintu/Balai
Banjar Asak Kangin (tempat saat sapi dilepas) dikenai denda. Nyepeg Sampi di areal balai banjar
dikenai denda seharga sapi yaitu 10 juta rupiah, di pintu balai banjar denda
sebesar Rp. 200.000,-/anggota teruna,
sedangkan masih di areal wilayah desa (bukan di pintu/areal banjar) dikenakan
denda paling kecil Rp 35.000,-/anggota teruna.
Kini jumlah teruna Desa Adat Asak yang sebagian juga tinggal di perantauan
sebanyak 150 orang. Berapa jumlah denda yang harus dibayarkan oleh para teruna tinggal mengalikan jumlah anggota
teruna dengan denda tempat nyepeg sampi. Denda tersebut disetor
menjadi kas teruna.
Katanya Jero
Menange, jaman dulu para teruna guna
menghindari denda nyepeg sampi selalu
di luar wilayah desa, bahkan sampi sempat lari sampai ke desa tetangga Bungaya
dan bahkan sampai ke arah selatan di pantai Desa Adat Perasi 4 km setelah
melewati Desa Adat Timbrah. “memang
melelahkan tapi asyik negejar sapi sampai jauh” katanya Jero Menange.
Dijelaskan oleh
warga Desa Asak kepada penulis termasuk Jero Menange, ayah
dari 3 putra ini, era sekarang teruna
nyepeg sampi di wilayah areal desa
semata-semata untuk efesien meskipun harus bayar denda, yang penting tidak
mengurangi nilai ritual. Juga penghasilan ekonomi para teruna sekarang sudah meningkat dibandingkan dengan dulu.
Nanceb Batang
Ada makna dibalik
lokasi nyepeg sampi bukan di balai banjar adalah ada nilai-nilai perjuangan
bersatu padu dengan warga mengejar/menaklukkan
sapi meski berlari jauh.
Disisi lain masih
ada yang menarik serangkaian Usaba Kaulu
di Desa Adat Asak, warga Desa Adat Asak yang memiliki rumah di jalan raya umum
desa wajib pasang penjor dan nanceb
(tanam) batang di depan rumahnya.
Sepanjang jalan raya Desa Asak sangat marak nan
indah dihiasi penjor dan batang
Apa itu Batang? Batang adalah potongan sebatang
pohon jenis pisang lokal gedang saba
tanpa pelepah dan daun pisang, berukuran panjangnya sekitar 2,5 meter dan
berdiameter 50 cm di tanam di tanah terbalik (umbi akarnya ke atas sedangkan
batang bagian atasnya di tanam).
Umbi akarnya
dihiasi jejaitan lis dan cenige (hiasan janur) dan lamak sepanjang
Batang disertai banten bayuan agung lengkap dengan seekor ayam
panggang. Makna ritualnya nanceb Batang
adalah mohon kepada Ida Sangyang Widhi Wasa kesejahteraan dan keselamatan warga
desa. Keesokan sore sore harinya setelah
sapi disepeg, maka batang tersebut dicabut, dan upacara
setelah selesai.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda