DI LOMBOK ADA BALI
Penulis:
Komang Pasek Antara
“Di lombok ada Bali/melihat Bali
di Lombok”, demikian sebuah ungkapan sering terdengar di kalangan masyarakat
khusunya masyarakat yang pernah datang atau tahu tentang Bali dan Lombok.
Ungkapan yang memiliki makna strategis itu tampak lahir dari nafas derunya
pariwisata dengan memanfaatkan nama Bali yang sudah terkenal di seantero dunia.
Menurut Drs. L . Jalaluddin Arzaki, budayawan Lombok, promosi itu dipopulerkan
oleh Bupati Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat) periode III (1965 – 1972) waktu
itu dijabar Bapak Drs. Said.
Adalah wajar dilantunkan oleh
mereka–mereka yang merupakan bagian dari sistem pariwisata dalam menghadapi/merebut
pasar wisata kini dan mendatang. Keberadaan antara Bali-Lombok itu disebabkan
oleh aspek geografis dan perjalanan historis.
Pulau Lombok dan Bali bertetangga
dekat, satu gugusan pulau wilayah Nusa Tenggara dan Indonesia bagian timur,
termasuk di dalamnya Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur. Bahkan, kecuali Timtim
pernah menjadi propinsi Sunda Kecil ibu kotanya berkedudukan di Singaraja
(Bali).
Antara pulau Dewata Bali, dan
pulau Seribu Masjid, Lombok, bukan dipisahkan oleh lautan tetapi dihubungkan
oleh lautan, yaitu selat Lombok. Luas kedua pulau itu tidak jauh berbeda. Bali
yang mayoritas pemeluk agama Hindu itu lebih luas, sekitar 5.632,86 km2,
sedangkan Lombok mayoritas pemeluk Islam (suku Sasak) sekitar 4.738,70 km2. Pulau
Lombok memiliki empat Kabupaten (Barat, Tengah dan Timur dan Utara), dan Kota Mataram adalah barometer pusat aktivitas
Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dari segala aspek kehidupan sosial termasuk
di dalamnya denyut nadi pariwisata. Dan geografis Lombok Barat (Lobar) paling
dekat dengan Bali.
Obyek Wisata
Di
pulau pedas (sebutan lain Pulau Lombok) ini seiring dengan pesatnya
perkembangan pariwisata banyak memiliki daya tarik wisatawan, seperti: Pantai
Senggigi, Taman Mayura, Taman Narmada, Suranadi, Lingsar, Gili Meno, Gili
Trawangan, Gili Air, Gunung Pengsong, Pura Meru, Desa Senaru (perkampungan tradisional),
air terjun Sindang Gile, Museum NTB dll. Pemprov NTB bersama Pemkab Lombok
Barat, Timur, Tengah dan Utara terus menata kawasan–kawasan wisata di
wilayahnya sebagai daerah tujuan wisata. Masyarakat atau para wisatawan
domistik dan mancaneraga yang ingin berkunjung menuju pulau Lombok sebagaian
besar melalui pintu barat (Bali).
Melalui udara dengan pesawat terbang dapat mendarat
di Bandara Tanah Awuk, Lombok Tengah. Sedangkan lewat laut berlabuh di
pelabuhan Lembar (Lombok Barat). Transportasi antara Bali-Lombok, jika dari
Bali ke Lombok melalui pesawat terbang berangkat dari Bandara Ngurah Rai
(Kabupaten Badung). Sedangkan lewat laut dari Bali menuju Lombok berangkat dari
Pelabuhan Laut Padangbai (Kabupaten Karangasem). Jarak tempuh dari bandara
Ngurah Rai ke Bandara Tanah Awu, Lombok
Tengah hanya ditempuh sekitar dua puluh menit. Ke Lembar dari Padangbai ditempuh sekitar empat jam dengan interval
waktu kapal berangkat dua jam selama 24 jam.
Kondisi jarak yang relatif dekat
itu mengakibatkan arus lalu lintas pencarian nafkah atau keperluan lain orang–orang
Bali ke Lombok terus bergelombang dan seterusnya menetap di sana, mengingat
kawasan bumi gora ini lahannya masih banyak yang perlu digarap.
Kerajaan Karangasem
Menetapnya orang-orang Bali di
Lombok disebabkan dari aspek historis. Bermula dari sejarah, yaitu Kerajaan
Karangasem, Bali pernah melebarkan kekuasannya sampai ke Pulau Lombok sekitar tahun
1800. Proses kekuasaannya sudah ada sejak 1692, bahkan pernah pula menguasai
beberapa wilayah di Bali. Juga Raja Klungkung (Bali) pernah sebagai susuhunan
raja–raja Bali dan Lombok pada pertengahan abad ke –19 (Ida Bagus Sidemen, 1983 : 58, 65).
Hadirnya Kerajaan Karangasem
beserta pengikutnya di Lombok menjadikan banyak aspek tradisi kehidupan sosial
budaya antara Bali dan Lombok memiliki kemiripan/kesamaan. Tradisi itu hidup di
Lombok dilakoni oleh baik masyrakat Bali (Hindu) itu sendiri maupun Suku
aslinya Sasak.
Kesamaan Tradisi Budaya
Secara fisik budaya Bali (Hindu)
banyak dapat dilihat di Lombok, umumnya di Kota Mataram, Lombok Barat dan
beberapa di kabupaten lainnya. Bangunan tempat suci (Pura) dan Umat Hindu
(Bali) sudah terbilang banyak.
Umat Hindu (Bali) di sana ada tersebar di
segala sektor kehidupan baik pemerintah maupun swasta, dan hidup
berdampingan/toleransi dengan umat/suku lainnya. Aktivitas keagamaan/adat di
Bali juga bisa ditemui sehari–hari di Lombok pada masyarakat Hindunya, bahkan
masih terkesan “fanatik”. Bahasa daerah Bali logat Bali masih mudah di dengar
di tempat–tempat umum dan menjadi alat komunikasi keluarga. Seperti halnya di pulau seribu Pura ini,
bila ada hari raya umat Hindu, umat Hindu di Lombok sangat antusias dan marak
merayakannya. Demikian halnya saat hari raya Nyepi umat Hindu di Lombok juga melaksanakannya termasuk juga
menyelenggarakan pawai Ogoh-ogoh.
Organisasi tradisional Banjar juga ada beberapa tempat perkampungan Bali. Seni
tari dan gamelan gong Bali sering digelar dalam acara–acara terentu. Inilah
suatu proses difusi budaya!
Itu baru sebagaian kecil Bali
dapat dilihat di Lombok. Adakah budaya khas lain dapat ditemui di Lombok?
Jawabnya tentu ada !
Kesamaan/kemiripan tradisi budaya
itu tidak saja antara para umat Hindu tetapi juga antara para umat Hindu dengan
masyarakat suku Sasak (Islam). Itu dapat terlihat dalam: busana adat, seni
teater/tari cakepung, permainan tradisonal “perang rotan” yang istilah
Karangasem/Lombok disebut gebug/presean,
seni musik tradisional penting, makan
bersama (istilah Karangasem/Lombok: megibung/gibungan),
menikah (istilah Karangasem/Lombok: merangkat/merarik),
dan juga banyak lagi tradisi budaya
lainnya yang sama.
Kesamaan/kemiripan tradisi budaya
antara Bali dan Lombok tersebut, di Bali sampai sekarang masih dialkoni oleh
masyarakat (Hindu) ujung timur pulau Bali, Karangasem. Sedangkan di Lombok
pelaku–pelakunya baik masyarakat Bali (Hindu) maupun Sasak (Islam) masih
diaktifkan secara turun–temurun sampai sekarang.
Yang menarik tentang pernikahan (merangkat/merarik). Dikedua daerah
tersebut (Karangasem–Lombok) pernah populer melalui adat kawin lari meskipun
masih ada hubungan keluarga. Tapi era sekarang adat kawin lari di Kabupaten
Karangasem, Bali hampir ditinggalkan kecuali ada masalah dalam hubungan kedua
keluarga mempelai. Mereka sekarang lebih
banyak dengan cara kawin adat madik (kawin
meminang) seperti halnya di wilayah Bali
lainnya. Mengenai
busana adat sangat mirip sekali, terutama busana kaum pria saat menerima tamu
adat. Bahkan sangat sulit membedakan, baik pemakaian destar (ikat kepala), kain maupun saput.
Sejarah Budaya
Beberapa versi sejarah permainan tradisi
budaya antara Bali-Lombok di atas penulis dapat rekam di masyarakat. Seni cakepung misalnya, diciptakan oleh
masyarakat Bali di Lombok. Permainan Gebug/Presean
(perang rotan), ada dua pendapat berbeda. Menurut Dewa Gde Raka budayawan asal
Karangasem, diciptakan oleh masyarakat Desa Seraya, Karangasem. Di pihak lain
pendapat budayawan Lombok Drs. L. Djalaluddin Arzaki, diciptakan di Lombok oleh
orang–orang suku Sasak. Secara prinsip permainan rakyat itu sama, disamping
tujuan utama kepada Tuhan untuk permohonan hujan cepat turun, juga sebagai
hiburan yang cukup marak di kedua tempat itu. Bedanya hanya alat penangkis
(perisai). Di Lombok bentuk perisai persegi empat panjang, sedangkan di Karangasem
bentuknya bundar. Tongkat pemukulnya sama.
Megibung (makan bersama) ala
Karangasem pesertanya maksimal delapan
orang itu mulanya muncul di Karangasem kemudian menyebar pada masyarakat Bali
(Hindu) di Lombok. Megibung versi Sasak
yang berjumlah empat orang itu, menurut Jalaluddin Arzaki, karena pengaruh Islam
sebelum ada jaman Kerajaan Karangasem di Lombok. Kesenian musik penting
menurut budayawan asal Mataram itu muncul dari masyarakat Islam tradisional di
Lombok. Kini seni mirip mandolin itu masih ada di pedesaan seperti Dasan Tereng
dan Karang Duntal (Lombok Barat). Dan lain pihak pendapat tokoh seni Penting di Karangasem, berasal dari Jawa
kemudian menyebar ke Bali dan Lombok. Kini di Karangasem seni musik Penting masih hidup dilakoni oleh
beberapa sekehe (organiasi).
Kesamaan Tempat Wilayah
Selain ada kesamaan/kemiripan
tradisi budaya Bali dengan Lombok, juga terdapat kesamaan nama lokasi wilayah tempat
tinggal masyarakat Bali di Lombok khususnya di Kota Mataram. Konon tempat
tinggal itu dulu sampai sekarang ditempati para pengikut Raja Karangasem
sewaktu datang ke Lombok sesuai nama tempat wilayah asalnya. Nama tempat tersebut
lebih banyak dari Karangasem hanya di dahului dengan nama Karang seperti: Karang Batuaya, Karang Batudawa, Karang Baturinggit,
Karang Sidemen, Karang Manggis, Karang Seraya, Karang Kubu, Karang Jeruk Manis,
Karang Cculik, Karang Perasi, Karang Kecicang,
Karang Jasi dll. Karang Sampalan (Kabupaten Klungkung), Karang Buleleng dan Karang
Bungkulan (Kabupaten Buleleng) dll.
Peninggalan Kerjaan Karangasem
Berkuasanya kerajaan Karangasem
di Lombok waktu itu, banyak peninggalan kerajaan Karangasen yang dulunya
digunakan tempat persembahyangan/peristirahatan bagi raja dan keluarganya. Kini
tempat itu selain tempat persembahyangan bagi umat Hindu juga Pemkab setempat
memanfaatkan menjadi lokasi obyek wisata yang sudah terkenal yakni: Pura/Taman
Narmada, Pura/Taman Mayura, Pura/Taman Lingsar, Pura/Taman Suranadi, Pura Meru dll.
Semua obyek itu berada di Kota Mataram/Lombok Barat.