KOMANG PASEK ANTARA

Selasa, 16 Juli 2019

Tradisi “Perang” Gebug Ende Seraya: Saling Pukul dengan Rotan untuk Memohon Hujan



Oleh: I Komang Pasek Antara

Ada sejumlah tradisi budaya khas Kabupaten Karangasem yang unik dan menarik bercirikan ”perang” bernafaskan heroisme”, hingga kini masih hidup dilakoni masyarakatnya. ”Perang” apa itu? diantaranya   ”perang rotan” atau yang oleh masyarakat setempat disebut Gebug Ende, terdapat di Desa Seraya (Kec. Karangasem), ”perang api ” (Teteran) di Desa Jasri (Kec. Karangasem),  ”perang Jempana” dan ”perang pelepah pisang” (Tetabahan) di Desa Bugbug (Kec. Karangasem), Mesabat-sabatan biyu (perang buah pisang) di Desa Tenganan Dauh Tukad, dan ”perang pandan berduri” yang dikenal dengan Mekare-kare terdapat di Desa Tenganan Pegeringsingan (Kec. Manggis) salahsatu desa penduduk Bali Aga (Bali asli).
Ada salahsatu tradisi budaya yang dimainkan terkait saat mulai musim kemarau tiba seperti musim sekarang ini sasih kapat bulan Oktober–Nopember, yaitu Gebug Ende Seraya (Perang Rotan) di Desa Seraya, Kecamatan Karangasem. Kini Desa Seraya telah dimekarkan menjadi tiga wilayah masing-masing Desa Seraya (induk), Seraya Barat dan Timur. Jaraknya 10 km dari kota Amlapura setelah melewati obyek wisata Taman Soekasada Ujung. Jika di lihat di peta Pulau Bali, wilayah  berada paling ujung timur.
Secara Geografis desa ini  tanahnya tandus. Hampir setiap tahun bila musim kemarau tiba desa ini membutuhkan bantuan tambahan  air minum/mandi meskipun air minum PDAM sudah masuk ke Seraya. Seraya juga masih menyimpan sejumlah identitas lain dengan kualitas relativ baik . Misalnya di bidang hasil bumi, dikenal jagung Seraya yang rasanya gurih dan empuk,  merupakan produk kecil dari beberapa bidang tanah yang bisa di tanami. Dan Seraya dikenal memiliki fisik rata-rata kuat.
Keadaan geografis yang tandus itulah, maka masyarakat Seraya khususnya  memiliki tradisi budaya religius itu memohon turunnya hujan. Untuk terkabulnya permohonan itu mereka biasanya menggelar tradisi yang namanya Gebug Ende (perang rotan), biasanya dilakukan pada musim kemarau tiba. Bagaimana bentuk atraksinya?
Plak, plak, plak, cebet, cebet. Begitu suara pukulan sebatang rotan  membentur ende (perisai) dan sekali-kali menerpa tubuh lawan. Meski tubuhnya terkena pukulan rotan, mereka merasa gembira dan sembari menari-nari kegirangan. Sementara suara gamelan baleganjur  bertalu-talu sebagai pengiring memanaskan suasana ”perang”. Penonton pun sorak-sorai unruk memberika suport. Mereka bertanding satu lawan satu. Sebatang rotan sebagai alat pemukul panjangnya sekitar satu meter. Sedangkan alat penangkisnya sebuah perisai bergaris tengah 60 cm terbuat dari lapisan kulit sapi kering yang terikat pada bingkai kayu.
Cara ”perang” mereka boleh dikatakan menarik dan mengerikan, karena berduel satu lawan satu memakai alat pemukul dari rotan tanpa mengenakan baju hanya pakai busana kain adat saja. Tak pelak cucuran darah tubuhnya/kepala akan mengalir  karena pukulan sebatang rotan, paling tidak bekas memar akan membekas setiap pukulan rotan itu mendarat di punggungnya apalagi Gebug ini di mainkan dibawah terik matahari.
 Atraksi Gebug umumnya dilakukan di sela-sela istirahat kerja di ladang pada siang/sore hari biasanya saat akan menjelang musim tanam di ladang. Masyarakat pendukungnya mempercayai, kalau permaiann Gebug salahsatu pemainnya sampai mengelarkan darah dari pukulan rotan maka ada kemungkinan hujan akan cepat turun. Singkatnya, menurut kepercayaan masyarakat Seraya, permainan  Gebug digelar di wilayah desanya  ini untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan ) agar hujan segera turun untuk keperluan pertanian dan konsumsi.
Diakui memang tidak selalu sehabis atraksi Gebug hujan akan spontan turun, sebab turunnya hujan tergantung kepada-Nya, paling tidak warga sudah berupaya memohon kepada yang kuasa. Atraksi ini biasanya berlangsung di tempat-tempat umum dengan mengundang lawan yang ada di desa sekitarnya termasuk Dusun Ujung Pesisi, sebuah kampung nelayan pinggir pantai Ujung yang penduduknya sebagain warga Muslim asal Pulau Lombok. Gebug  dilakoni oleh baik anak kecil, dewasa maupun orang tua tak ketinggalan dalam mengadu kepintaran memainkan batangan rotan dan perisai.
Menurut penuturan I Wayan Kembar, salah seorang pemuda desa Seraya yang sudah sering ikut Gebug, jika para pemain sudah memegang sebatang rotan dan perisai maka akan muncul gejolak hati untuk maju melawan musuh. Tidak memandang siapa yang dilawan teman atau saudara. Bagi para pemain Gebug bersimbah darah akibat terkena rotan sudah biasa,  rasa sakit dan gembira membaur menjadi satu. Tentang pengobatannya? Ooo... katanya tidak perlu repor-repot ke dokter! luka itu akan segera kering dan sembuh dengan memakai obat ramuan tradisional.
Karena tradisi Gebug Seraya memiliki kekhasan dan berkualitas baik sebagai pertunjukkan rakyat, maka berbagai pihak masyarakat dan pemerintah memanfaatkannya untuk dipertunjukkan dalam acara tertentu termasuk konsumsi wisatawan domistik dan mancanegara yang datang ke Karangasem. ”Meski tampil pesanan untuk pertunjukkan permainan Gebug tidak boleh direkayasa/disetting, justru kalau direkayasa permainanya akan membawa petaka bagi pemainnya kepalanya bisa bocor berdarah kena gebugan rotan”,  katanya I Made Sekar, warga Desa Seraya Barat.  Saking populernya Gebug Ende, oleh para seniman tari di Karangasem seperti Ni Wayan Kinten pemilik Sanggar Seni Mini Artis Amlapura mengemasnya kedalam bentuk tarian, cukup atraktif!
Aturan permainan Gebug sangat sederhana. Arena yang dipergunakan tidak menuntut tempat yang luas minimal 6 m2. Juru kembar (juri pertandingan)  masing-masing menyeleksi perbandingan/penyesuaian lawan  postur tubuh maupun usia.     Sebelum permainan di mulai biasanya  didahului  permainan pendahuluan yang di mainkan oleh juru kembar  tapi tidak samapai rotan membentur tubuh lawan. Hal itu hanya dilakukan sebentar sebagai rangsangan pemberi semangat kepada yang akan bermain.
Biasanya kalau Gebug tersebut digelar di desanya, sebelum pertandingan di mulai para pemainnya umumnya minum tuak (nira) agar badan cepat panas tapi tidak sampai mabuk. Peraturan permainannya sederhana sekali, mereka tidak di perkenankan memukul di bawah pusar dan saling berangkulan. Tidak boleh menyerang melewati garis batas wilayah posisi pemain. Jika aturan tersebut dilanggar mereka dilerai dan diberi peringatan. Apabila tidak mengindahkan peringatan maka mereka dikeluarkan dari arena dan dinyatakan kalah.
Umumnya permainannya berlangsung singkat sekitar 10 menit. Tidak ada pernyataan resmi dari wasit pihak yang menang ataupun kalah, hanya penonton yang dapat menilainya.
Ada kisah menarik mengenai masyarakat Seraya yang terkenal kuat fisiknya itu, menurut mantan Kepala Desa Seraya Tengah, I Ketut Jineng, pada zaman kerajaan masyarakat seraya merupakan ”tangan kanan” Raja Karangasem yang memerintah pada waktu itu.
Di masyarakat seraya ada beberapa orang yang di kenal dengan sebutan sorohan petang dasa (kelompok empat puluh). Mereka itulah yang harus tampil lebih dahulu melawan musuh jika ada perang.
Permainan Gebug seperti ini bukan hanya ada di Desa Seraya, tetapi di Lombok (Nusa Tenggara Barat) mengenal jenis tradisi itu, hanya namanya berbeda. Di Lombok diberinya nama presean, dan popularitasnya sama antara di Lombok dengan Desa Seraya. .       Prinsip permainan rakyat itu sama, disamping tujuan utama kepada Tuhan untuk permohonan hujan cepat turun, juga sebagai hiburan yang cukup marak di kedua tempat itu. Bedanya hanya alat penangkis (perisai). Di Lombok bentuk perisai persegi empat panjang sedangkan di Seraya Karangasem bentuknya bundar.
 Nama Desa Seraya di Karangasem juga terdapat di Desa Seraya (Lombok Barat), dan orangnya asal dari satu keturunan Desa Seraya (Karangasem). Hal itu disebabkan masyarakat Seraya, Karangasem, sejak jaman Kerajaan Karangasem pada abad ke-17 pernah melebarkan kekuasaannya sampai ke Pulau Lombok dengan iringan  warga Seraya, Karangasem.

Senin, 15 Juli 2019

MENGENAL SOSOK PUSTAKAWAN DAN PERANNYA DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT



Oleh I Komang Pasek Antara

            Seperti kita ketahui bersama, keberadaan perpustakaan salahsatu media pendidikan yang memiliki peran strategis penting dan utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang tersirat dalam Undang-undang Dasar 1945. Demikian halnya dalam UU Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, bahwa   perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi  dan rekreasi  untuk meningkatkan kercerdasan  dan keberdayaan bangsa. Lebih jauh lagi, perpustakaan  bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka meningkatkan kegemaran membaca, serta meperluas wawasan  dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan perpustakaan sudah menjadi urusan pemerintahan wajib sesuai Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
           
            Pustakawan di Bali  
Memahami produk hukum di atas, dalam pengelolaan/pengembangan keberadaan perpustakaan di Indonesia banyak pemangku kepentingan dari berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Salahsatu pihak yang ikut berperanserta dalam pengembangan perpustakaan dan literasi adalah pustakawan. Namun kita akui peranserta dalam mengembangkan dunia perpustakaan dan literasi, pustakwan belumlah banyak terlihat oleh publik dan tidak sepopuler tenaga profesi di dunia pendidikan dan lembaga lainnya. Meskipun pemustaka sering keluar-masuk ruang perpustakaan memanfaatkan perpustakaan sebagai media akses pengetahuan, tetapi belum tentu semua orang mengetahui ada sosok pustakawan sebagai tenaga pengelola. Bagiamana sosok keberadaan pustakawan di Indonesia?
  Data resmi dari situs Perpustakaan Nasionaol RI jumlah pustakawan di Indonesia baru mencapai 3.465 orang terdiri dari pustakawan pemerintah 3.198 orang dan swasta 267 orang. Di wilayah Provinsi Bali, jabatan pustakawan yang tercatat dan tergabung dalam organisasi profesi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Propinsi Bali tahun 2017 baru 129 orang, sedangkan di Kabupaten Karangasem hanya dua orang bertugas di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, diangkat per 1 Juni 2018 lalu berdasarkan Keputusan Bupati Karangasem.
Di Provinsi Bali belum semua memiliki jabatan fungsional pustakawan. Kabupaten yang belum memiliki pustakawan adalah Gianyar, Bangli dan Klungkung. Sedangkan di Bali yang sudah memiliki pustakawan adalah instansi pemerintah Provinsi Bali, Denpasar, Badung, Buleleng, Tabanan, Jembrana dan Karangasem. Menurut standar nasional perpustakaan kabupaten/kota, jumlah tenaga perpustakaan (pustakawan) yang berkualifikasi dibidang perpustakaan dan informasi sekurang-kurangnya sau orang per 75.000 penduduk di wilayah kewenangnnya.

Produk Hukum Pustakawan
Landasan hukum keberadaan pustakawan, menurut Perturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 9 Tahun 2014 dalah Aparur Sipil Negara (ASN) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melaksanakan kegiatan kepustakawanan. Yang dimaksud kepustakawanan adalah kegiatan ilmiah dan profesioanl yang meliputi pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan pengembangan sistem kepustakawanan. Secara lebih spesifik, tugas pokok pustakawan adalah kegiatan bidang kepustakawanan yang meliputi pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan pengembangan sistem kepustakawanan yang dilakukan oleh setiap pustakawan sesuai jenjang jabatannya.
            Jabatan fungsional pustakawan banyak jenjang dan ragamnya, berdasarkan Peraturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men Pan-RB) Republik Indoensia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, dan Peraturan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 dan Nomor 32 Tahun 2014 terdiri dari berbagai jenjang meliputi: Pustakawan Ahli Utama, Pustakawan Ahli Madya, Pustakawan Ahli Muda, Pustakawan Ahli Pertama, Pustakawan Penyelia, Pustakawan Mahir dan Pustakawan Terampil.

            Pengangkatan Pustakawan melalui Penyesusian/Inpassing
            Angin segar berhembus, kini tahun 2018 bagi ASN yang berminat menjadi pustakawan dapat kemudahan, peraturan terakhir yang ditetapkan Pemerintah RI telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 42 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan Fungsional melalui Penyesuaian Inpassing. Batasan pensiun pustakawan sesuai jenjang minimal umur 58 tahun. Pustakawan dapat bertugas di lembaga/instansi yang mengelola kepustakawanan.
            Dibukanya kran pengakatan jabatan fungsional pustakawan melalui penyesuaian/inpassing manandakan pemerintah sangat membutuhkan peranserta sososk pustakawan dalam meningkatkan literasi/minat baca masyarakat dan kepustakawanan di Indonesia yang masih dirasakan belum mengembirakan dibandingkan dengan negara lainnya. Keprihatinan telah terekam dalam  data hasil penelitian tahun 2012 UNESCO meneliti mengenai minat baca penduduk Indonesia, melansir index tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya berada di angka 0,001, dan data tersebut menunjukkan t bahwa dari jumlah 1.000 penduduk, hanya terdapat 1 orang yang mau membaca buku dengan sungguh-sungguh dan serius. Juga data teranyar World's Most Literate Nations pada tahun 2016 ini Negara Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang menjadi objek penelitian lembaga Central Connectius State.
Berbagai strategis dan inovasi telah dilakukan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan literasi dalam konteks minat baca masyarakat diantaranya melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS), penyediaan sarana perpustakaan di semua jenjang lembaga pendidikan, perpustakaan desa, taman bacaan, penyediaan buku bacaan dan kampanye lainnya meningkatkan minat baca. Penyediaan tersebut belum dirasa cukup, butuh figur tambahan yang dapat membantu menejemen teknis agar dapat meminimalisir  keprihatinan tersebut. Ya dengan pengangkatan SDM jabatan fungsional pustakawan. Persoalannya, komitmen pemimpin daerah untuk pegembangan literasi dan perpustakaan melalui  pengadaan pustakawan ASN berbeda-beda, tergantung pemahamannya terhadap eksistensi pustakawan kini dan mendatang.
Kedepannya persoalan minat baca masyarakat bukan saja manual, tetapi sudah masuk ke era digital, yang menuntut peran lebih dari sebelumnya. Profesi pustakawan menjalankan tugas secara profesional mengacu tupoksinya, tidak lagi berkutat dengan administrasi struktural lainnya.

Peran Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca
            Secara teknis seorang pustakawan mengutip pendapat Ratnaningsih Engkos Koswara (1998:300) menyatakan peran proaktif pustakawan berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat baca masyarakat sejak dini, memang utamanya dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di perpustakaan yang melayani anak-anak. Pustakawan harus mampu mengajar, membimbing, serta memberi contoh pada anak-anak antara lain. Pertama, menata ruang baca anak sedemikian menarik, menyenangkan, dan nyaman, baik untuk kemudahan akses maupun interiornya agar anak tertarik untuk datang dan melihatnya. Kedua, mengenalkan buku-buku gambar dan bacaan apa saja yang baik dan sesuai dengan jenjang usia dan pendidikan kelompok anak yang dibimbingnya. Ketiga, bercerita dari buku-buku yang baik dengan teknik yang menarik, untuk anak yang sudah dapat membaca tidak perlu sampai selesai ceritanya, kelanjutanya cerita tersebut disusruh menbaca sendiri. Sedangakan bagi kelompok yang belum bisa membaca, cerita sebaiknya dibacakan sampai selesai agar mereka benar-benar mengetahui jalan ceritanya dan suatu ketika diminta untuk memerankan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, dengan bimbingan pustakawan. Keempat, melatih anak untuk mencatat hal-hal yang menurut mereka menarik. Kelima, menginstrusksikan pada anak untuk saling menukar catatan atau cerita antar kelompok kemudian masing-masing kelompok membacakan bagi kelompoknya. Keenam, melatih mereka untuk membuat catatan harian secara rutin tentang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Ketujuh, pustakawan dalam melakukan bimbingan dan latihan ini secara teratur, terjadwal, dan waktunya cukup (sumber: net).
Sedangkan, mengutip yang dikemukakan Mastini Hardjoprakosa (1998:306), bahwa pustakawan berperan sebagai pembina dalam hal memberi informasi tentang koleksi atau bahan bacaan, menggunkan koleksi atau bahan bacaan, minat baca dan penulisan sinopsis, dan pemilihan buku yang sesuai dengan kebutuhan usia anak (sumber: net).
            Aktivitas Pustakawan yang dapat dilakukan bukan sampai di sana saja, masih banyak aktivitas-aktivitas literasi lainnya yang selain dapat memgembangkan dirinya juga kompetensi yang relevan dengan angka kridit yang ingin dibutuhkan untuk jenjang kepangkatan. Khusus bagi yang memiliki hobi membaca dan tulis-menulis di media sangat cocok menjadi pustakawan. Yuk menjadi pustakawan!
Penulis, Pustakawan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Karangasem

Sekolah Alam, Bersinergi dengan Alam sebagai Sumber Belajar






Penulis, I Komang Pasek Antara

            Sekolah yang satu ini memang lain dibandingkan sekolah pada umumnya. Betapa tidak, begitu Tokoh mulai melangkahkan kaki memasuki halaman sekolah. Suasana alamiah dan nyaman terasa sekali menggambarkan lembaga pendidikan anak ini.  Pepohonan rindang menghias halaman dan sesekali terdengar kicauan burung-burung liar berterbangan diantara ranting pepohonan. Tokoh disambut ramah oleh dua orang guru wanita muda yang sedang mengajar, yang di lingkungan sekolahnya mereka biasa disapa dengan Teacher Yuli dan Teacher Eka.
             Berbincang dengan kepala sekolah yang juga pemilik lembaga, Ni Putu Suri Darmayanti, atau yang lebih dikenal dengan Teacher Sarita, ibu muda kelahiran Amlapura, mengatakan, Cempaka Kids ini khusus untuk kelola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu dan Tempat Penitipan Anak.
            Predikat identitas Sekolah Alam ini sangat melekat karena salahsatu misi sekolahnya “menggunakan alam dan potensi lokal sebagai sumber belajar”. Sekolahnya didukung suasana lingkungan alam pedesaan dengan berbagai macam tetumbuhan pohon. Lokasinya di pinggiran bagian utara Kota Amlapura, dekat Jalan Veteran atau yang lebih dikenal dengan nama jalur sebelas, tepatnya di Gang Merpati No. 1, Lingkungan Dukuh, Kelurahan Padangkerta, Karangasem.
            Meski Sekolah Alam satu-satunya di Karangasem dan masih langka di Bali baru berumur satu setengah tahun berdiri sejak Pebruari 2016 lalu, namun telah memberikan nuansa baru inovatif bagi PAUD khususnya di Karangasem dan Bali. Sekolah tersebut merupakan pengembangan dari PAUD yang telah didirikannya sejak sepuluh tahun lalu tepatnya tahun 2007. Awalnya PAUD-nya waktu berlokasi di bilangan Banjar Tampuagan, Jalan Teuku Umar, Amlapura.

            Dikelilingi Pagar Bambu
            Areal sekolah Sekolah Alam cukup luas 20 are dengan binaan PAUD sebanyak 85 siswa dengan guru/pengasuh sebanyak sembilan orang. Kealamiahan sekolah sangat terlihat dari seluruh pagar keliling halaman sekolah terbuat dari bambu setinggi dua meter. Tak terdengar bisingan deru kendaraan motor seperti halnya di kota. Halaman sekolah tak ada menggunakan paving, sehingga kalau hujan hampir tidak ada genangan air, air hujan semua terserap ke tanah.
            Keseluruhan halamannya  menggunakan batu krikil dihiasi taman-taman tanaman kecil. Penyejuk sekolah dari pepohonan kecil dan besar bukan saja tumbuh di halaman sekolah, juga di sekitar tetangga areal sekolah tanah masih berupa tegalan, belum ada bangunan.
            Demikian halnya delapan ruang kelas tempatnya anak belajar, tidak menggunakan ruang kelas gedung bertembok yang tertutup seperti halnya sekolah lain pada umumnya. Kelas belajar Cempaka Kids menggunakan ruang bangunan kelas terpisah-pisah satu lainnya seperti bangunan Bali Saka Pat tanpa tembok. Pelindung ruangan pembatasnya  hanya menggunakan bahan bambu ukuran setengah badan. Di rungan kelas siswa lesehan dengan alas di lantai, mereka tampak sangat riang rilek belajar dan bermain. Luasnya halaman sekolah, anak-anak saat istirahat belajar dapat leluasa bermain-main dengan alat-alat permainan perorangan maupun berkelompok.
            Demikian halnya ketika makan yang disediakan oleh sekolah, anak-anak diajak makan bersama-sama temannya lesehan di kebun sekolah halaman bawah pohon. Katanya Sarita, adalah kiat, makan bersama-sama temannya dalam suasana alam sangat menyenangkan bagi anak sehingga anak lebih banyak makannya, mengingat usia anak seperti itu biasanya sulit memberikan makan nasi, mereka lebih senang makan-makanan snack.

            Membuat Pupuk Kompos
            Beberapa program khusus yang menjadi unggulan sekolah ini yang tidak ada di sekolah lain umumnya meliputi pengenalan alam sekitar sekolah melalui kegiatan berkebun, memilah sampah sekolah lanjut membuat pupuk kompos, menyiram tanaman serta memberi makan hewan peliharaan.
             Anak juga diberikan pemahaman manfaat berbagi  dan berempati melalui kegiatan bakti sosial, mengumpulkan uang koin dan green bazaar yang hasilnya disumbangkan kepada anak-anak yang ekonominya kurang mampu. Kata Teacher Sarita, pihaknya telah merencanakan setelah hari libur Galungan-Kuningan mengajak anak-anak berbagai berempati kepada anak-anak pengungsi Gunung Agung.
            Cempaka Kids memberikan tambahan pengenalan bahasa Inggris yang  sederhana sejak dini kepada anak didik, misalnya, kata Sarita, nama-nama benda yang sering dilihatnya di rumah, nama sebutan keluarga, atau nama lainnya yang sering didengarnya.
             Kegiatan sosial lainnya, yang disebut family program, Sarita, istri dari I Nyoman Budiarta asal Nusa Penida, Klungkung dan ibu dari dua anak Ni Putu Cetana Sri Handayani dan I Made Diva Adhi Wiguna, menjelaskan, staf guru/pembimbing berkala berkunjung ke rumah tempat tinggal anak bertemu dengan orang tuanya untuk pengenalan/menjalin hubungan kekeluargaan kebersamaan antara sekolah dengan orangtua anak. Pertemuan tersebut bagi Teacher Sarita upaya memberikan udukasi kepada keluarga agar antara program sekolah dengan pendidikan keluarga bersinergi.

            Mengajarkan Anak Nabung Di Bank Sampah
            Juga secara berkala anak-anak diajak melakukan program outing/outbound untuk melatih kebersamaan dan leadership.Terkait kerusakan lingkungan alam yang disebabkan oleh sampah anak-anak diedukasi peduli memanfaatkan sampah menjadi berkah. Anak dianjurkan membawa sampah yang ada di rumahnya ke sekolah untuk ditabung di Bank Sampah yang disediakan di sekolah atas kerjasama Cempaka Kids dengan Bank Sampah BaliKu (Bali Kumara) Amlapura.
            Bagi Teacher Sarita, Sekolah Alam adalah impian lamanya sejak mulai mendirikan PAUD sepuluh tahun lalu. “Ini sekolah inovasi PAUD, proses pendidikan secara dini anak langsung didekatkan dengan alam untuk bersinergi dan dijadikan sahabat sejati, bukan hanya dalam ceritera, kalau kita cinta alam, alampun cinta kepada kita,” katanya Sarita yang vegetarian sejak masih gadis.

            Sentuhan Keibuaan
                Katanya Sarita, di lembaganya pernah mengasuh anak bermasalah dari berbagai latar belakang seperti  berkebutuhan khusus,  hiperaktif,  berkata-kata kasar/galak, pendiam/pemurung dan lainnya, bahkan ada anak asuhnya biasa minum tuak, karena anak tersebut sering melihat bapaknya peminum tuak. Untuk menaggulangi anak demikian, ia menggunakan terapi sentuhan keibuaan, cinta kasih, menanamkan kata-kata positif pada bawah sadarnya, dan selalu berkoordinas dengan orang tua anak, untuk mengetahui bagaimana sifat-sifat dan perilaku anak di rumah.