PURI AGUNG KARANGASEM SEBAGAI PUSAT BUDAYA KERAJAAN KARANGASEM
Bale Kambang Puri Agung Karangasem |
Apa yang menarik Puri Agung Karangasem?
Memasuki gerbang di jaba pisan (halaman pertama/depan) kori agung Puri Agung Karangasem, aroma suasana magis-religius masih terasa tampak. Tembok-tembok tebal tinggi masih tampak kokoh dan utuh, tanaman dan pohon-pohon besar seperti pohon tua leci memberikan nuansa sejuk nan nyaman.
Puri Agung Karangasem yang terletak di Jalan Sultan Agung Amlapura, dari aspek sejarahnya adalah pusat pemerintahan Kerajaan Karangasem sejak abad ke–19 dibawah pemerintahan Raja I Anak Agung Gede Jelantik. Tercatat raja terakhir pemegang tahta kerajaan Karangasem adalah Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.
Kerajaan Karangasem pernah memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Pulau Lombok, sehingga banyak masyarakat Karangasem sampai kini masih bermukim di Lombok.
Demikian halnya dengan bangunan–bangunan tempat peristirahatan Raja Karangasem di lombok yang kini telah dijadikan obyek wisata terkenal.
Dengan demikian tidak mengherankan di Puri Agung Karangasem banyak memiliki catatan–catatan sejarah budaya emas yang sampai kini dapat kita nikmati meskipun tidak secara utuh, yakni berupa bangunan, peralatan rumah tangga dan dokumen sejarah.
Kini, di Puri Agung Karangasem oleh para pewarisnya sejak beberapa tahun lalu tempat tersebut telah dicanangkan sebagai museum hidup (life museum) yang berisi segala aktivitas kehidupan keluarga puri.
Dijadikannya Puri Agung Karangasem sebagai life museum, kiranya dapat dibangkitkan lagi sejalan dengan program pemerintah tahun 2010 dibidang museum melalui Visit Museum Year (Tahun Kunjungan Museum)
Bali, Eropa dan Cina
Di Puri Agung Karangasem terdapat beberapa bangunannya berarsitek kombinasi antara Bali dan Eropa yang masih terlihat utuh. Dan yang menarik nama–nama kota yang ada di Eropah, dijadikan nama beberapa tempat di Puri yakni: Maskerdam dan Londen (Amsterdam dan London).
Pemberian nama itu, oleh sesepuh puri anak agung Ketut Karang diberikan oleh raja Belanda, Wilhelmina yang pernah berkunjung ke puri sebagai bukti pernah terjalin hubungan antara kedua raja.
Sebagai sebuah museum dan obyek wisata, keluarga puri perlahan–lahan menata puri Maskerdam baik kelestarian tamannya maupun pengumpulan kembali benda–benda peninggalan milik raja dulu. Sampai kini benda tersebut telah tertata rapi di beberapa ruangan untuk dinikmati oleh para pengunjung, antara lain: ranjang tempat tidur, almari pakaian, satu set kursi tamu spon warna putih dengan meja beralaskan marmer pemberian dari Raja Wilhelmina, meja/cermin hias, foto-foto: keluarga raja puri, raja dari Jawa dan Belanda, lukisan, dan beberapa benda sejarah lainnya.
Di dalam areal puri Agung terdapat beberapa bangunan dan pemandangan yang indah dan menyejukkan antara lain Balai Kambang (Gili) berada di tengah-tengah kolam yang dihubungkan dengan jembatan dibuat oleh orang Cina dengan gaya arsitektur Cina. Dulu tempat itu berfungsi sebagai tempat rapat keluarga dan upacara adat. Di bagian timur terdapat Balai Ekalange, tempat tinggal penganten baru, dan masih banyak lagi bangunan lain tempat kegiatan para keluarga raja.
Puri Gede Karangasem
Selain Puri Agung Karangasem, di Puri Gede Karangasem masih dalam satu keluarga besar puri yang lokasinya bersebarangan (di depan/sebelah baratnya) Puri Agung, juga masih menyimpan banda-benda budaya pusaka.
Pengelingsir Puri Gede Karangasem Anak Agung Bagus Ngurah Agung, S.H. MH. menjadikannya Puri Gede juga sebagai obeyek wisata dan wadah aktivitas budaya masyarakat. Pihaknya membuka seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menggunakan puri sebagai tempat aktivitas soaial budaya. Kini masyarakat dapat menyaksikan langsung latihan/aktivitas budaya yakni: Yoga Ananda Marga (Selasa, Kamis dan Minggu), seni tari, senin tabuh wanita, fashion show, olah vocal dan kegiatan budaya insidentil lainnya seperti: ceramah agama/budaya, pameran keris dan permata, pengobatan gratis, pembagian kaca mata gratis.
Kini Puri Gede sudah menjadi obyek daya tarik wisatawan, Banyak wisatawan domistik/asing memanfaatkan pasilitas Puri Gede untuk keperluan resepsi/upacara. Anak Agung Bagus Ngurah Agung, S.H. MH. sebagai pewaris tahta Puri Gede banyak menyimpan benda-benda adi luhung peninggalan warisan budaya dari penglingsir Puri Gede jaman kerajaan dulu, diantaranya koleksi yang paling menonjol adalah keris pusaka. Beberapa keris bertuah yang dikeramatkan disimpan disana dan sewaktu-waktu dipamerkan kepada publik.
Bahkan sebagai fungsi sosial di Puri Gede Karangasem telah mendirikan Pasraman membina 13 orang anak ramaja dari beberapa desa di Kabupaten Karangasem. Mereka sambil sekolah di SMA wajib belajar agama, spritual dan budaya yang dibimbing seorang pembimbing spritual.
Pusat Budaya
Tentu kita bersyukur dengan telah dicanagkannya Puri Agung Karangasem sebagai museum hidup sekaligus sebagai pusat sejarah budaya Karangasem, meskipun masih memerlukan pembenahan disana-sini dengan dana yang besar, karena membangun sebuah museum tidak seperti mendirikan sebuah rumah tempat tinggal.
Mendirikan museum harus dilengkapi gedung yang memadai, petugas jaga/pengelola, perawatan dan yang paling penting materi koleksi yang tidak murah harganya bahkan sangat sulit mencari.
Jika benda koleksi dari peninggalan Raja sulit di dapat untuk melengkapi museum tersebut, solusinya mungkin dapat diisi dengan benda-benda sejarah budaya lainnya khas Karangasem dengan cara melibatkan pihak lain, pemerintah atau swasta yang peduli terhadap benda bernilai budaya.
Pemerintah Kabupaten Karangasem dengan semangat otonomi daerah tampaknya bisa diajak menjalin mitra kerja untuk pelestarian nilai-nilai budaya bangsa mengingat terdapat lembaga yang menangani soal budaya (sejarah purbakala) yaitu Dinas Budaya Pariwisata Karangasem. Lembaga inilah dapat diharapkan bisa membina sekaligus membantu secara bertahap dalam pengisian materi koleksi museum.
Jika mitra kerja ini terjalin adalah sebuah kebangkitan kembali nilai-nilai budaya sejarah lokal Karangasem ratusan tahun lalu muncul kembali kepermukaan. Bagaimana pun baik buruknya sebuah sejarah sangat perlu diketahui oleh masyarakat pendukungnya.
Dengan adanya museum di Puri Agung dengan koleksi yang memadai, para generasi muda Karangasem khususnya, tahu cara nyata perjalanan sejarah di Karangasem, dan bukan melihat sejarah Karangasem dari luar, serta tidak lagi mendengar satwa (ceritera) dari orang tuanya saja mengingat rata-rata generasi muda Karangasem belum tahu banyak sejarah daerahnya.
Dengan demikian Puri Agung Karangasem akan lebih ramai dikunjungi oleh masyarakat budaya pendukungnya (Karangasem) baik pelajar maupun masyarakat umum, mengingat kunjungan ke puri agung lebih banyak wisatawan mancanegara.
Dan nantinya diharapkan para guru disekolah mengajak anak didiknya berkunjung ke Museum Puri Agung. Sampai sesepuh Puri Kanginan yang juga Prof dr Anak Agung Putra dalam suatu kesempatan mengatakan, pihaknya membuka diri selebar-lebarnya kepada masyarakat agar Puri Agung dipakai sebagai tempat aktivitas budaya.
Mendirikan museum bukan semata-mata untuk menyimpan benda-benda purbakala seperti dugaan masyarakat awam, tetapi lebih dari itu memiliki peranan seperti: a) pusat dokumentasi, b) pusat penyaluran ilmu untuk umum, c) pusat peningkatan apresiasi budaya, d) pusat perkenalan budaya antar daerah dan antar bangsa, e) sumber inspirasi, f) obyek pariwisata, g) media pendidikan / pembinaan sejarah alam dan ilmu pengetahuan budaya, i) cermin sejarah dan alam kebudayaan.
Dissi lain diharapkan adanya museum, benda-benda budaya warisan nenek moyang kita tidak salah lagi jatuh ketangan kolektor asing berduit. Sebaliknya bisa bergerak hatinya menyerahkan benda-benda purbakala miliknya kemuseum melalui titipan hibah, maupun ganti rugi.
Memang, menyelamatkan benda-benda sejarah tidak harus mendirikan museum. Tetapi menyelamatkan benda dengan cara menyimpan dirumah tidaklah menjamin seratus persen terhindar dari kerusakan fisik dan pencurian, mengingat akhir-akhir ini di bali sering terjadi pencurian barang-barang sejarah.
Jika disimpan di museum akan terhindar dari segala keamanan, karena tempat itu sudah tersedia sarana keamanannya. Semoga.
Penulis tinggal di Amlapura