UNIKNYA HARI NYEPI DI BALI Sehari Penuh Alam Hening untuk Menyucikan Rohani
Oleh Komang Pasek Antara
Belum lama ini tanggal 26 Maret 2009 lalu, seluruh bumi Bali benar-benar diselimuti suasana sepi, sunyi-senyap, gelap-gulita, bagaikan sebuah jagat raya tanpa penghuni mahluk hidup. Meski Bali demikian, dibalik itu sebenarnya saat itu Bali sedang ditamburi sinar penuh kesucian, keheningan, kenyamanan dan kedamaian sejati bagi semua mahkluk hidup. Situasi dan kondisi kala itu tidak ada duanya di dunia, karena itu Bali unik. Dibilang unik, yang ada di tanah Bali tidak ditemukan di luar Bali. Ada apa dengan Bali?
Masyarakat Bali, khsusnya umat Hindu sesuai dengan jaran agama Hindu, saat itu hari Kamis, tanggal 26 Maret 2009 sedang melaksanakan Brata Penyepian atau yang disebut dengan Hari Nyepi. Hari Nyepi dilakasanakan setiap tahun sekali setiap bulan Maret/April. Hari itu umat Hindu selama 24 jam penuh tidak diperkenankan/larangan melakukan empat jenis kegiatan/aktivitas yang biasanya dilakukannya setiap hari. Empat jenis larangan kegiatan/aktivitas tersebut meliputi: Amati Geni (tidak menyalakan api/lampu dan tidak boleh mengobarkan hawa nafsu); Amati Karya (tidak melakukan kegiatan/kerja pisik, melainkan tekun melakukan penyucian rohani; Amati Lelungan (tidak bepergian kemana-mana, melainkan senantiasa mulat sarira/atau mawas diri di rumah serta melakukan pemusatan pikiran bhakti kehadapan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai manifestasinya); dan Amati Lelungan (tidak mengadakan hiburan/rekreasi atau bersenang-bersenang lainnya). Pada saat Hari Nyepi itulah umat Hindu telah memasuki tahun baru Icaka yang tahun 2009 ini memasuki tahun baru Icaka 1931.
Dunia Butuh Nyepi/Hening
Konteks masa kini, hakekat Hari Nyepi bagi umat Hindu sangat universal dan sejalan dengan Hari Hening Sedunia atau Word Silent Day (WSD) dan Eart Hour.Dan momentnya sangat tepat karena pelaksanaan sama-sama bulan Maret, hanya berselang beberapa hari yaitu WSD jatuh mendahului pada tanggal 21, sedangkan Eart Hour (dunia 1 jam tanpa lampu listrik) 28 Maret 2009, yaitu tiga hari setelah Hari Nyepi Bagaimana kalau tanggalnya bersamaan antara SWD- Eart Hour dengan Hari Nyepi Peringatan Earth Hour yang diselenggarakan Word Wildlife Fund (WWF) yaitu aksi pemadaman lampu selama 1 jam pada hari tanggal: Sabtu, 27 Maret 2010 pukul. Earth Hour serempak dilaksanakan ribuan kota di dunia. Sungguh luar biasa nikmatnya dunia ini, karena dapat menghemat/mengurangi pembuangan gas karbon yang terpancarkan ke ruang atmosir bumi yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor dan barang-barang elektronik dan bermesin. Sedangkan Eart Hour Moment Hari Nyepi banyak dimanfaatkan oleh pengelola pariwisata di Bali untuk menggaet para wisatawan menikmati Hari Nyepi di Bali. Berarti dunia butuh Nyepi/hening.
Seperti halnya harapan warga dunia lainnya. Salah seorang warga masyarakat Bali, Ir. Gde Ngurah Yudiantara, M.M. yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Karangasem, berharap sangat relevan pada kondisi pemanasan global sekarang ini untuk terus disosialisasikan/dinformasikan secara gencar kepada masyarakat dunia tentang manfaat Word Silent Day (WSD) dan Eart Hour bagi kesehatan/kelestarian alam jagat raya ini.
Selain bertepatan dengan WSD, hari Nyepi tahun ini sangat spesial bertepatan dengan suasana Dharma Negara yaitu pelaksanaan masa kampanye Pemilu Legislatif (Pileg) dan Dharma Agama yaitu kegiatan upacara besar umat Hindu di Bali yaitu Panca Bali Krama (PBK) yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Pelaksanaan upacara tersebut bertepatan dengan Pileg 9 April 2009. Pelaksanaan kegiatan antara Nyepi, PBK, WSD dan Pileg diharapkan saling memberikan vibrasi positif menuju hening, nyaman dan damai.
Semua Brata/larangan tersebut merupakan upaya nyata untuk menguasai dan mengendalikan diri. Kemampuan dalam penguasaan diri merupakan cermin kearifan dan mutu kemandirian seseorang umat beragama. Pada saat Nyepi umat Hindu berharap di hari yang sunyi itu dapat memasuki alam sunyata alam yang sempurna, hening, dan merupakan tonggak awal lagi menuju kebangkitan spiritual yang sejati, seperti untaian bait Kekawin Nirattha Prakerta yang diterjemahkan:
Ketika hati telah heneng, hening, halus dan cemerlang
Kemudian menyusup ke alam sunya, alam yang sempurna
Pikiran lalu bagaikan telah meliputi seluruh alam namun tidak diketahui dari mana datangnya
Orang yang telah mencapai tingkat itu adalah orang yang telah menemui hakekat kerohanian
Pelaksanaan Hari Nyepi bukan saja berlaku untuk umat Hindu yang ada di Bali saja, tetapi juga umat Hindu di luar Bali.
Sehari Penuh Umat Introspeksi Diri dan Kusuk Bersemadi
Brata Penyepian diawali saat matahari terbit di ufuk timur, dari pukul 06.00 Wita sampai matahari terbit kembali di ufuk timur keesokan harinya. Tanda dimulainya Brata Penyepian, dengan terdengarnya suara pukulan kulkul (kentongan) yang ada di setiap Desa/Banjar.
Gambaran sosok bumi Bali ketika memasuki dunia Nyepi, alam sunyi-senyap, namun penuh keindahan dan keheningan, tak ada lagi kehirupikukan aktivitas manusia dan kendaraan seperti biasanya di jalan-jalan, pasar-pasar dan tempat keramaian umum dari pagi hingga malam. Hanya terlantum dari kejauhan indahnya kokokan ayam bersahutan dan merdunya kicauan burung-burung. Lampu-lampu tak bersinar seperti biasanya. Indahnya bersitan sinar bintang di langit memberi nuansa keindahan. Umat introspeksi diri, kusuk bersemadi bersujud kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Hanya tampak Pecalang (petugas keamanan tradisional) berjaga-jaga di jalan raya mengawasi suasana Nyepi.
Keseokan harinya setelah Hari Nyepi, ketika sang surya mulai membukakan matanya di ufuk timur, sekita pukul 06.00 Wita. Masing Desa/Banjar memukul Kulkul (kentongan) sebagai tanda Hari Nyepi telah berakhir, dan hari itu disebut dengan Ngembak Brata. Hari itu pula umat Hindu melakukan Simakrama (saling maaf-memaafkan) terhadap keluarga atau kerabat atas segalan kesalahan/kekeliruan yang pernah mereka perbuat sebelumnya. Juga, sabagai tradisi, biasanya moment itu dipakai umat berekreasi ke obyek wisata setelah seharian penuh berada di rumah.
Sehari Sebelum Nyepi Digelar Pawai Ogoh-ogoh
Sehari sebelum pelaksanaan Hari Nyepi, umat Hindu di Bali menyelenggarakan kegiatan ritual Tawur Kesanga yang tahun 2009 ini jatuh pada bulan mati Rahine Tilem, Buda Pahing Kunigan, Sasih Kesanga Icaka 1930 atau hari Kamis, tanggal 25 Maret 2009. Pada hari itu dalam perhitungan astronomi Hindu, matahari berada tepat berada di garis katulistiwa. Atau pada saat itu sumbu bumi membuat sudut 90 derajat terhadap poros bumi dengan matahari. Pada hari Tilem (bulan mati) tersebut menurut Hindu menjadikannya sebagai hari terbaik untuk melakukan Upacara Bhuta Yadnya yaitu persembahan kehadapan isi alam semesta. Pada hari itu pula sebagai akhir pergantian tahun menuju tahun baru Saka.. Pergantian tahun baru Saka menurut pandangan Hindu memperhatikan solar system, yaitu sistem perederan bumi mengelilingi matahari dan lunar system, yaitu sistem peredaran bulan mengelilingi bumi.
Menetralisir Alam
Makna pelaksanaan upacara Tawur Kesanga bagi umat Hindu adalah memohon kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa agar alam jagat raya beserta isinya somia atau netral terhindar dari hal-hal yang mengakibatkan keburukan..
Setelah di masing-masing rumah tangga menghaturkan upacara tawur (mecaru), kemudian dilanjutkan dengan acara Pengerupukan yaitu mengelilingi halaman rumah tangga masing-masing dengan menyebar-nyebarkan nasi tawur/caru dicampur tirta caru masing-masing diiringi api obor yang terbuat dari daun kelapa kering dan membunyi-bunyikan kentongan bambu dan sarana lainnya sebagai simbol mahluk/roh jahat tidak akan menggangu isi alam semesta setelah mereka mendapat sajian tawur/caru.
Pelaksanaan pengrupukan oleh umat diekspresikan dengan pawai ogoh-ogoh diarak pada petang hari di jalan raya mengelilingi wilayah desa. Untuk sementara waktu tahun 2009 ini pawai ogoh-ogoh di desa tempat tinggal penulis, Desa Karangasem, Propinsi Bali tidak digelar karena bertepatan dengan suasana kampanye Pemilu Legislatif, untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu keamanan. Tapi beberapa desa di Bali/luar Bali ada yang menggelar/meniadakan pawai ogoh-ogoh tergantung kondisi daerah setempat. Di Bali Ogoh-ogoh digelar di Desa Kuta, Badung dan beberapa desa lainnya di Bali. Sedangkan, di luar Bali Ogoh-ogoh juga digelar di beberapa daerah lainnya di Indonesia yang ada komunitas umat Hindunya.
Ogoh-ogoh sebagai Ekspresi Seni Budaya
Ogoh-ogoh merupakan wujud kreatifitas seni budaya Bali dari anak-anak muda umat Hindu yang tergabung dalam organisasi Teruna-teruni di masing-masing Banjar/Desa. Ogoh-ogoh adalah ekspresi simbol mahluk jahat dan binatang berwujud seram dan menakutkan yang dapat menggangu isi alam.
Seperti halnya desa-desa lainnya di Bali, tahun 2008 lalu di desa wilayah penulis pawai Ogoh-ogoh digelar. Anak-anak kecil laki-perempuan sampai orangtua mengusung dan menarikan Ogoh-ogoh sembari bersorak-sorai diringi api obor dan berbagai gamelan tradisional diantaranya baleganjur bertalu-talu. Suasana malam turut memberikan nuansa religisus dan seram dari jenis Ogoh-ogoh yang diusung.
Tak ada siratan wajah lesu dari para penggusung dan pengikut pawai meski cukup berat beban berjalan dan menggusung beratnya Ogoh-ogoh menggelilingi wilayah Desa/Banjar. Mereka sangat semangat dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya seperti tak ada beban. Penonton yang memadati hampir sepanjang jalan raya juga memberikan support kepada peserta pawai Ogoh-ogoh. Juga, penonton tertawa terpingkal-pingkal ketika peserta pawai menampilkan adegan-adegan lucu dan Ogoh-ogoh lucu.
Masing-masing Ogoh-ogoh yang ditampilkan diberikan identitas nama Ogoh-ogoh diantaranya Buta Ijo Bergolo, Kala Turangga dll. Setelah seelesai pawai, Ogoh-ogoh di-preline (dibakar) yang memiliki makna agar Ogoh-ogoh yang berwujud seram dan menakutkan tidak dapat menggangu keseimbangan alam.
Lama pembuatan satu Ogoh-ogoh mencapai seminggu sampai dua minggu dengan biaya berkisar Rp 2-3 juta tergantung jenis besar-kecilnya Ogoh-ogoh dibiayai dari masing- masing banjar melalui kas banjar atau donator. Pawai Ogoh-ogoh sekaligus menjadi obyek wisata bagi wisatawan mancanegara/nusantara.
Penulis, Dinas di Diskominfo Kab. Karangasem
Label: tradisi nyepi di bali