Keterbukaan Informasi Publik dan Peran Humas
Oleh Komang Pasek Antara
Gong Keterbukaan Informasi Publik (KIP) telah ditabuh sejak 30 April 2010 beberapa bulan lalu melalui perangkat Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008. Memang, gaung gong Undang-undang tersebut tidak sekeras Undang-undang Pornografi yang telah menuai pro-kontra dari beberapa elemen masyarakat di tanah air. Tetapi gemanya gong KIP tampak mulus tidak sampai menimbulkan keresahan seperti Undang-undang Pornografi, justru sebaliknya KIP memberi vibasi positif terhadap masyarakat di era persaingan globalisasi dan keterbukaan informasi pada jaman teknologi informasi-komuniasi sekarang ini.Tentu yang menarik untuk dicermati, bagaimana implikasi produk undang-undang tersebut terhadap lembaga publik karena hampir 32 tahun sejak era orde berkuasa keterbukaan tersebut masih belum maksimal.
Kita maklumi banyak badan publik yang belum siap untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut. Karena apapun sesuatu yang baru yang kita miliki akan sedikit mengalami kesulitan untuk dijalankan apalagi hal tersebut menyangkut aspek hukum. Lambat-laun dengan berbagai upaya sesuai dengan pemegang kebijakan dari instansi/badan publik undang-undang tersebut pasti bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan roh yang ada di undang-undang tersebut.
Informasi Cepat, Tepat Waktu dan Biaya Ringan
Mencoba menelusuri apa yang sebenarnya yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang KIP. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal dan XIV bab itu, memiliki azas dan tujuan. Azasnya yaitu, bahwa setiap informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi, harus dapat diperoleh dengan cepat,tepat waktu, biaya ringan dan dengan cara sederhana. Sedangkan tujuannya, antara lain mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan penelusuran undang-undang tersebut berarti dapat memberikan ruang hak bagi setiap orang untuk memohon informasi publik, tidak seperti era sebelumnya badan publik belum sepenuhnya dapat memberikan informasi padahal informasi tersebut wajib diinformasikan dan diketahui masyarakat sebagai refrensi dalam pengambilan kebijakan asalkan informasi tersebut akurat, benar dan tidak menyesatkan. Bahkan setiap badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala dan mengumumkan informasi serta merta, yaitu suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup rang banyak dan ketertiban umum.
Meskipun badan publik wajib memberikan informasi dan pemohon informasi memiliki hak memperoleh informasi dari pejabat/badan publik, bukan berarti semua informasi harus diberikan sesuai permohonan, tetapi ada informasi yang dikecualikan sesuai pasal 17, yaitu antara lain informasi yang dapat membahayakan negara dan bangsa.
Hukuman Kurungan dan Denda
Terkait hal tersebut, penyalahgunaan dalam implemnetasi KIP mempunyai konsekwensi hukum dalam bentuk pidana kurungan 1-3 tahun atau denda 5-20 juta rupiah. Dengan demikian dapat diartikan meskipun telah ada keterbukaan dalam informasi publik bukan berarti masyarakat pengguna dapat dengan seenaknya menggunakan/mengeksploitasi informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum . Demikian halnya sangsi hukum pidana bagi badan publik yang mengabaikan UU KIP ini.
Sebelum UUKIP diluncurkan, istilah nama badan publik terkesan kita hanya dituju pada instansi/lembaga pemerintah saja, tetapi UUKIP sesuai Pasal 1 badan publik adalah: lembaga eksekutif, legislative, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan atau luar negeri. Termasuk dalam hal ini partai politik.
Tentu tak dapat dipungkiri setiap produk hukum selalu menimbulkan perselisihan/permasalahan dalam menjalankan produk hukum dimaksud. Dalam hal ini, perselisihan yang terjadi dalam penerapan UUKIP, pemerintah telah membentuk komisi yang dalam UU ini disebut dengan Komisi Informasi (KI). Komisi tersebut mandiri yang berfungsi menjalankan UU ini dan peraturan pelaksanaannya, dan menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi serta menyelesaikan sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau Ajudikasi nontiligasi. Dan komisi ini bertugas menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik. Diisayaratkan KI nantinya dibentuk di pusat dan propinsi, sedangkan kabupaten/kota dapat dibentuk jika dibutuhkan.
Peran Bakohumas
Implementasi produk hukum yang masih “bayi” baru lahir ini membutuhkan peranserta komponen masyarakat dan lembaga pemerintah/non pemerintah untuk ikut mensosialisasikan kepada semua masyarakat. Dalam hal ini terutama peran Bakohumas (Badan Koordinasi Kehumasan) yang ada di setiap daerah melalui anggotanya memegang peran strategis dalam upaya menyuarakan/menginformasikan segala bentuk kegiatan atau produk-produk yang dilahirkan oleh unit kerjanya masing-masing. Peran Bakohumas yang telah dibentuk sejak masih jaman orde baru yang dikelola Departemen Penerangan yang dikenal dengan slogan “Api Nan Tak Kunjung Padam” itu belum optimal, kini perannya lebih ditingkatkan lagi disamping untuk mengantisipasi agar tidak kalah cepat derasnya informasi yang mengalir ke masyarakat, juga pengelolaan lebih lancar, berkualitas dan akuntabel.
Di era transparan dan teknologi informasi sekarang ini peran strategis Bakohumas/Humas Pemerintah telah dikemas dalam bentuk peraturan dari dua menteri terkait yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor; PER/12/M.PAN/08/Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Humas di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor: 33/KEP/M.KOMINFO/1/2008 tentang Pengurus Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah periode 2008-2011. Karena itu hendaknya badan publik menunjuk pejabat penglola informasi dan dokumentasi (Humas).
Fungsi Humas Pemerintah sesuai peraturan dua menteri di atas adalah sebagai juru bicara lembaga, pasilitator, memberi pelayanan informasi kepada publik, menindaklanjuti pengaduan publik, menyediakan informasi tentang kebijakan, program, produk dan jasa lembaga, menciptakan iklim hubungan internal dan ekternal yang kodusip dan dinamis, serta menjadi penghubung lembaga dengan pemangku kepentingan.
Demikian strategisnya peran Humas dalam situasi KIP ini sumber daya manusia menjadi prioritas untuk dibekali pendidikan ilmu komunikasi karena mereka merupakan tulang punggung utama dan pertama di serambi depan di instansi/lembaganya masing-masing dalam menebar informasi publik.
Terkait dengan lembaga kehumasan, dengan bergulirnya suasana reformasi dan otonomi daerah khusunya pada Pemerintah Kabupaten Karangasem tahun 2004 lalu, melalui instansi Kantor Informasi Kumunikasi dan Arsip Daerah waktu itu membentuk nama lembaga baru yang nafasnya sama dengan Bakohumas, yaitu yang disebut Formasda (Forum Kehumasan Daerah).
Kini Formasda di Karangasem telah berganti nama menjadi Bakohumasda (Badan Kehumasan Daerah) Karangasem dibawah pembinaan Dinas Komunikasi dan Informatika Kab. Karangasem mengacu Peraturan Menpan dan Menkominfo di atas, tapi rohnya sama sebagai layanan informasi pemerintah kepada masyarakat. Anggota Bakohumasda Karangasem terdiri dari SKPD dan BUMN/BUMD.
Meskipun tekonlogi informasi-komunikasi era sekarang sudah marak di masyarakat bak kacang goreng, tetapi layanan informasi publik Menurut Suparwoto (dalam http://blogs.depkominfo.go.id/bip/2009/05/27), terdapat empat faktor penghambat penerapan layanan informasi publik, yakni (1) kesenjangan akses informasi, (2) tingkat pendidikan sumber daya manusia birokrasi masyarakat pengguna pelayanan, (3) arah kebijakan yang elum mantap serta (4) e-leadership atau kepemimpinan dalam pengelolaan informasi atau knowledge management (Gagasan, vol. 16 no.1/April 2010, hal7-8). Faktor itulah yang menjadi renungan kita bersama mencari solusinya. Bukan dari siapa memulai, tetapi dimulai dari semua pihak lembaga/perorangan.
UUKIP telah bergulir baru seumur jagung tiga bulan lalu. Dengan demikian kitapun menyadari belum banyak berharap dari implementasinya. Badan publikpun banyak yang belum eksis, demikian juga masyarakatpun belum banyak yang tahu ada produk hukum seperti itu. Sosialisai salahsatu cara yang hendak ditempuh oleh semua pihak baik lembaga publik pemerintah/swasta dan didukung semua lapisan masyarakat. Akhirnya badan publik semakin aktif melayani masyarakat dan masyarakatpun menjadi kaya informasi. Semoga!
Penulis, Pegawai Diskominfo Kab. Karangasem
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda